PENETAPAN PENGADILAN AGAMA ATAS ITSBAT NIKAH TERHADAP PERKAWINAN YANG TIDAK DICATAT (Studi Penetapan Nomor 370/Pdt.P/2015/PA.Jr)
Abstract
Tujuan penelitian dalam penyusunan skripsi ini ada 2 (dua) yaitu tujuan
umum dan tujuan khusus : Tujuan umum penelitian ini dapat diuraikan : Sebagai
salah satu bentuk penerapan ilmu yang telah diperoleh selama perkuliahan dalam
kehidupan bermasyarakat. Sebagai sumbangan pemikiran ilmiah pada bidang
hukum khususnya hukum perkawinan dengan harapan bermanfaat bagi almamater
Fakultas Hukum Universitas Jember. Tujuan khusus penelitian ini meliputi 2 (dua)
hal penting. Mengetahui dan memahami alasan pemohon mengajukan permohonan
status perkawinan dalam Penetapan Pengadilan Agama Jember Nomor
370/Pdt.P/2015/PA.Jr. Mengetahui dan memahami dasar pertimbangan hakim
Pengadilan Agama Jember mengabulkan permohonan atas status perkawinan dalam
Penetapan Pengadilan Agama Jember Nomor 370/Pdt.P/2015/PA.Jr.
Metode penelitian dalam penulisan skripsi ini menggunakan tipe penelitian
yuridis normatif, artinya permasalahan yang diangkat, dibahas dan diuraikan dalam
penelitian ini difokuskan dengan menerapkan kaidah-kaidah atau norma-norma
dalam hukum positif. Pendekatan masalah menggunakan pendekatan undangundang,
dengan bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan
bahan non hukum. Analisa bahan penelitian dalam skripsi ini menggunakan analisis
normatif kualitatif. Guna menarik kesimpulan dari hasil penelitian yang sudah
terkumpul dipergunakan metode analisa bahan hukum deduktif.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa, Alasan pemohon
mengajukan permohonan status pernikahan dalam Penetapan Pengadilan Agama
Jember Nomor 370/Pdt.P/2015/PA.Jr adalah bahwa para Pemohon membutuhkan
penetapan dari Pengadilan Agama Jember tentang sahnya pernikahan para
Pemohon tersebut sebagai tanda bukti dan kepastian status pernikahan Pemohon
dan untuk mengurus Akta Kelahiran anak. Terkait hal ini Pemohon tidak pernah
menerima Kutipan Akta Nikah dari Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama
Kecamatan Sumberbaru, Kabupaten Jember dan setelah para Pemohon
mengurusnya, ternyata pernikahan para Pemohon tersebut tidak tercatat pada
register Kantor Urusan Agama tersebut. Dasar pertimbangan hakim Pengadilan
Agama Jember mengabulkan permohonan atas status perkawinan dalam Penetapan
Pengadilan Agama Jember Nomor 370/Pdt.P/2015/PA.Jr bahwa dengan fakta-fakta
di dalam persidangan, terbukti bahwa perkawinan para Pemohon telah dilaksanakan
sesuai dengan syari'at Islam dan sesuai pula dengan ketentuan Pasal 2 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo Pasal 10 ayat (2) Peraturan Pemerintah
Nomor 9 tahun 1975 serta pasal 14 sampai dengan 19 Kompilasi Hukum Islam
namun ironisnya, perkawinan tersebut tidak tercatat di KUA. Berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan para Pemohon
cukup beralasan berdasar atas hukum, karena itu permohonan para Pemohon dapat
dikabulkan karena telah memenuhi maksud Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
pasal 2 jo. Pasal 14 KHI jo. Pasal 7 ayat (3) huruf (e) KHI dan sesuai pula dengan
dokrin Hukum Islam yang tercantum dalam Kitab I’anatut Tholibin Juz 10 halaman
254.
Saran yang dapat diberikan bahwa, Kepada masyarakat diharapkan dapat
melakukan perkawinan sesuai dengan rukun dan syarat perkawinan. Dengan adanya
perkawinan yang sah dan dicatatkan maka akan membawa konsekwensi hukum
bahwa perkawinan tersebut adalah sah berikut juga dengan anak yang dilahirkan
melalui proses pencatatan perkawinan sebagai bentuk tertib administrasi.
Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing
agamanya dan kepercayaannya itu. Hal ini berarti, bahwa jika suatu perkawinan
telah memenuhi syarat dan rukun nikah atau ijab kabul telah dilaksanakan (bagi
umat Islam), maka perkawinan tersebut adalah sah terutama di mata agama dan
kepercayaan masyarakat. Terkait demikian, bahwa sahnya perkawinan ini di mata
agama dan kepercayaan masyarakat perlu disahkan lagi oleh negara, yang dalam
hal ini ketentuannya terdapat pada Pasal 2 ayat (2) Undang Undang Perkawinan,
tentang pencatatan perkawinan. Kepada pemerintah diharapkan dapat memberikan
sosialisasi mengenai rukun dan syarat sahnya perkawinan dalam masyarakat
sehingga dapat terwujudnya kepastian hukum dalam suatu perkawinan. Perkawinan
yang tidak dicatatkan ini tidak diatur secara khusus dalam perundang-undangan di
Indonesia, namun secara sosiologis istilah ini diberikan bagi perkawinan yang tidak
dicatatkan dianggap dilakukan tanpa memenuhi ketentuan undang-undang yang
berlaku, khususnya tentang pencatatan perkawinan. Kepada pengadilan diharapkan
dapat mempermudah proses itsbat nikah jika persyaratan permohonan telah cukup
dan sesuai untuk mewujudkan jaminan kepastian hukum dalam status perkawinan.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]