PENJATUHAN TALAK RAJ’I OLEH SUAMI DALAM GUGATAN PERCERAIAN (Studi Putusan Pengadilan Agama Jember Nomor 4453/Pdt.G/2015/PA.Jr)
Abstract
Suami atau istri dapat mengajukan gugatan perceraian ke Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama setempat, untuk mengajukan cerai talak atau cerai gugat. Cerai talak adalah diperuntukkan bagi mereka yang melangsungkan perkawinan menurut agama Islam. Dalam mekanisme cerai gugat, hakim akan melakukan pemanggilan dan pemeriksaan kepada pihak suami atau istri setelah diterimanya surat gugatan. Hakim akan menawarkan kepada para pihak untuk menghendaki perdamaian atau tidak. Jika tidak menghendaki perdamaian, maka hakim akan memutuskan putusan gugatan perceraian tersebut yang dilakukan dalam sidang terbuka yang dapat dihadiri oleh umum, dihitung sejak saat pendaftaran putusan perceraian itu di Kantor Catatan Sipil. Salah satu contoh kasus sebagaimana kajian dalam penyusunan skripsi ini adalah talak raj’i yang diajukan oleh suami dalam sidang gugatan perceraian sebagaimana Putusan Pengadilan Agama Jember Nomor 4453/ PDT.G/2015/PA.JR. Rumusan masalah yang akan dibahas adalah : (1) Apakah alasan yang diajukan oleh suami dalam gugatan perceraian dengan talak raj’i pada Putusan Pengadilan Agama Jember Nomor 4453/Pdt.G/2015/ PA.Jr merupakan alasan yang dapat dibenarkan oleh undang-undang ? dan (2) Apakah pertimbangan hakim (ratio decidendi) yang mengabulkan talak raj’i dalam Putusan Pengadilan Agama Jember Nomor 4453/Pdt.G/2015/PA.Jr sudah sesuai dengan Pasal 39 ayat (2) Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo Pasal 19 Huruf (f) Peraturan Pemerintah 9 Tahun 1975 ? Tujuan umum penulisan ini adalah : untuk memenuhi syarat-syarat dan tugas guna mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jember, menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum khususnya hukum lingkup hukum perdata. Metode penelitian dalam penulisan skripsi ini menggunakan tipe penelitian yuridis normatif, artinya permasalahan yang diangkat, dibahas dan diuraikan dalam penelitian ini difokuskan dengan menerapkan kaidah- kaidah atau norma-norma dalam hukum positif. Pendekatan masalah menggunakan pendekatan undang-undang, dengan bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan bahan non hukum. Analisa bahan penelitian dalam skripsi ini menggunakan analisis normatif kualitatif. Guna menarik kesimpulan dari hasil penelitian yang sudah terkumpul dipergunakan metode analisa bahan hukum deduktif. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa, Alasan yang diajukan oleh suami dalam gugatan perceraian dengan talak raj’i pada Putusan Pengadilan Agama Jember Nomor 4453/Pdt.G/2015/ PA.Jr merupakan alasan yang dapat dibenarkan oleh undang-undang, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 114 Kompilasi Hukum Islam bahwa : Putusnya perkawinan yang disebabkan karena perceraian dapat terjadi karena talak ataupun berdasarkan gugatan perceraian. Selanjutnya menurut Pasal 39 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyebutkan, bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan, sehingga talak tersebut harus diajukan di Pengadilan, kemudian pengadilan memeriksa dan memutus perkara perceraian tersebut, atas putusan tersebut timbul akibat hukum bagi para pihak. Pertimbangan hakim (ratio decidendi) yang mengabulkan talak raj’i dalam Putusan Pengadilan Agama Jember Nomor 4453/Pdt.G/2015/PA.Jr bahwa bahwa putusnya ikatan
xii
perkawinan dalam perkara cerai gugat terjadi setelah putusan tersebut mempunyai kekuatan hukum tetap, sedangkan dalam perkara cerai talak putusnya ikatan perkawinan terjadi setelah pengucapan ikrar talak. Alasan percerraian dalam hal ini sudah sesuai dengan Pasal 39 ayat (2) Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo Pasal 19 Huruf Peraturan Pemerintah 9 Tahun 1975. Saran yang dapat diberikan bahwa, Kepada suami istri hendaknya dapat menyadari bahwa perkawinan sebagaimana telah disebutkan merupakan upaya positif dalam rangka hubungan lebih lanjut antara seorang laki-laki dan perempuan untuk membentuk suau keluarga yang sakinah dan mawaddah dihadapan Allah S.W.T. Oleh karena itu kiranya perkawinan harus dipertahankan dari adanya perpisahan atau perceraian. Dengan menikahnya seorang laki-laki dan seorang wanita, maka sejak saat itulah keduanya harus berbagi suka, duka dan kesetiaan hingga akhir hayatnya. Dengan adanya cinta dan kesetiaan yang melandasi bahtera rumah tangga maka biduk keluarga akan berjalan dengan baik dan bahagia sehingga riak-riak kecil seperti perselisihan dapat diatasi dengan baik, jangan sampai terpisahkan. Kepada pihak masyarakat yang akan mengajukan gugatan dalam masalah perceraian harus mengajukan alasan yang tepat dan sesuai sehingga gugatan tersebut dapat diterima sebagai alasan hukum. Seringkali masyarakat menggunakan alasan yang tidak sesuai sehingga gugatan tersebut ditolak oleh hakim.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]