PERMOHONAN IZIN POLIGAMI PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG DINYATAKAN TIDAK DAPAT DITERIMA (Studi Penetapan Nomor 1134/Pdt.G/2013/PA.Bgl.)
Abstract
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Undang-undang
Perkawinan menganut asas monogami, artinya seorang suami hanya boleh
mempunyai seorang isteri begitu juga sebaliknya. Namun untuk dapat
menjalankan perkawinan tidak semudah seperti penjelasan dan tujuan
perkawinan. Pada kenyataannya sebuah perkawinan tidak dapat berjalan lurus
tanpa ada perselisihan yang didalamnya. Bentuk perselisihan dalam perkawinan
misalnya poligami. Perkawinan poligami dapat terjadi pada masyarakat biasa
bahkan Pegawai Negeri Sipil. Untuk dapat mengajukan permohonan izin
poligami, seorang suami harus memenuhi ketentuan dan syarat yang telah
ditentukan. Berdasarkan pemaparan diatas penulis menemukan sebuah fakta
hukum dalam penetapan Pengadilan Agama Bangil Nomor 1134/Pdt.G/2013/PA.
Bgl, bahwa ada pemohon mengajukan permohonan izin poligami ke Pengadilan
Agama Bangil dengan alasan pemohon menginginkan anak lagi karena salah satu
anaknya telah meninggal dunia, akan tetapi termohon tidak sanggup melahirkan
lagi. Selain itu antara pemohon dan calon isteri pemohon sebelum mendapatkan
izin poligami dari termohon dan penetapan pengadilan, pemohon dan calon isteri
pemohon telah melakukan perkawinan poligami dengan didahului dengan
pernikahan sirri. Dengan uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk
mangkajinya dalam bentuk skripsi dengan judul: “Permohonan Izin Poligami
Pegawai Negeri Sipil Yang Dinyatakan Tidak Dapat Diterima (Studi Kasus
Penetapan Nomor 1134/Pdt.G/2013/PA. Bgl”. Berdasarkan latar belakang yang
telah diuraikan diatas maka dapat diambil beberapa rumusan permasalahan
sebagai berikut, Pertama, apakah dasar pertimbangan hukum Hakim yang
menyatakan permohonan tidak dapat diterima dalam penetapan Nomor
1134/Pdt.G/2013/PA. Bgl sudah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Kedua, apa akibat hukum terhadap permohonan izin poligami yang dinyatakan
tidak dapat diterima dalam Penetapan Nomor 1134/Pdt.G/2013/PA. Bgl. Tujuan
penulisan skripsi ini terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus. Metode
penulisan skripsi ini menggunakan tipe penulisan yuridis normatif yaitu dilakukan
dengan cara mengkaji berbagai peraturan hukum yang bersifat formil. Pendekatan
masalah yang digunakan penulis yaitu pendekatan undang-undang (statute
approach), pendekatan kasus (case approach) dan pendekatan konseptual
(conceptual approach).
Tinjauan pustaka merupakan dasar yang digunakan penulis untuk
menjawab permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi. Tinjauan pustaka yang
terdapat dalam skripsi ini yaitu: pengertian perkawinan, asas-asas perkawinan,
tujuan perkawinan, syarat-syarat perkawinan, rukun perkawinan, pengertian
poligami, syarat-syarat poligami, pengertian Pegawai Negeri Sipil, tata cara
perkawinan bagi Pegawai Negeri Sipil, pengertian putusan, macam-macam
putusan dan kekuatan putusan.
Pembahasan merupakan jawaban dari permasalahan yang terdiri dari
subbab pembahasan dan pembahasan. Pembahasan pertama seorang suami untuk
dapat mengajukan permohonan izin poligami ke pengadilan harus melalui
prosedur yang telah ditentukan. Proses penyelesaian perkara diawali dengan
pengajuan gugatan atau permohonan ke pengadilan dan untuk merumuskannya
ada beberapa ketentuan yang harus diperhatikan bagi penggugat atau pemohon.
Suatu permohonan izin poligami dapat dikabulkan apabila terdapat persetujuan
pihak-pihak yang bersangkutan, salah satunya adalah persetujuan dari isteri/isteriisterinya.
Sebagaimana dalam prosedur permohonan izin poligami yang telah
diatur oleh peraturan perundang-undangan, Hakim dalam memeriksa terkait
kebenaran permohonan harus memanggil para pihak, salah satunya isteri-isterinya
sebagai pihak termohon. Dalam penetapan Nomor 1134/Pdt.G/2013/PA. Bgl,
dasar pertimbangan hukum Hakim dalam memberikan penetapan sudah relevan
yaitu berdasarkan pasal 125 ayat 1 HIR tentang ketidak hadiran termohon/
kuasanya/ wakilnya dalam persidangan yang telah dipanggil secara resmi dan
patut. Ketidak hadiran termohon bukan karena kehendaknya melainkan
permohonan pemohon yang kabur (obscuur libel) terkait ketidak jelasan alamat
termohon dalam permohonannya serta pemohon dalam mengajukan permohonan
tidak bersungguh-sungguh. Kedua, akibat hukum penetapan Nomor
1134/Pdt.G/2013/PA. Bgl menyatakan tidak dapat diterima yaitu pemohon tidak
diizinkan untuk melakukan poligami sebab permohonan pemohon yang diajukan
tidak dapat diterima oleh Pengadilan Agama Bangil serta pemohon dapat
mengajukan permohonannya kembali ke Pengadilan Agama Bangil dengan
memperbaiki permohonan izin poligaminya.
Berdasarkan hasil pembahasan dapat diambil kesimpulan dari penulisan
skripsi ini adalah yang menjadi dasar pertimbangan hukum Hakim yang
menyatakan permohonan tidak dapat diterima dalam penetapan Nomor
1134/Pdt.G/2013/PA. Bgl dengan ketentuan hukum yang berlaku sudah sesuai,
yaitu berdasarkan pasal 125 ayat 1 HIR tentang ketidak hadiran termohon/
kuasanya/ wakilnya dalam persidangan yang telah dipanggil secara resmi dan
patut. Ketidak hadiran termohon bukan karena kehendaknya melainkan
permohonan pemohon yang kabur (obscuur libel) terkait ketidak jelasan alamat
termohon dalam permohonannya serta pemohon dalam mengajukan permohonan
tidak bersungguh-sungguh. Akibat hukum terhadap permohonan izin poligami
yang dinyatakan tidak dapat diterima dalam penetapan Nomor 1134/ Pdt.G/ 2013/PA. Bgl, yaitu pemohon tidak diizinkan untuk melakukan
poligami.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]