PENOLAKAN TERHADAP PERMOHONAN PEMBATALAN PERKAWINAN (Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Pangkalan Kerinci Nomor:15/Pdt.G/2012/PA.Pkc)
Abstract
Perkawinan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga, rumah tangga yang bahagia dan kekal bedasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan yang sah harus memenuhi beberapa persayratan yaitu syarat formil merupakan syarat yang berhubungan dengan tata cara atau formalitas yang harus dipenuhi sebelum proses perkawinan dan syarat materiil merupakan syarat yang menyangkut pribadi para pihak yang melaksanakan suatu perkawinan dan izin-izin yang diberikan oleh pihak ketiga dalam hal-hal yang ditentukan.
Dalam pelaksanaan perkawinan haruslah terlepas dari segala hal yang dilarang dalam pelaksanaan perkawinan. Salah satu perkawinan yang dilarang yang terdapat dalam Pasal 8 huruf d Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Pasal 39 ayat (3) Kompilasi Hukum Islam antara dua orang yang mempunyai huubungan sesusuan yaitu orang tua sesusuan, anak susuan, saudara susuan dan bibi/paman susuan, wanita yang menyusui dan seterusnya menurut garis lurus ke atas dan lurus ke bawah, seorang wanita bibi sesusuan dan nenek bibi sesusuan ke atas. Meskipun telah diatur mengenai larangan perkawinan antara saudara sesusuan, pada kenyataanya perkawinan antara saudara sesusuan masih kerap terjadi karena banyak orang yang tidak mengetahui secara dalam mengenai saudara sesusuan dan dampak adanya perkawinan antara saudara sesusuan.
Rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini meliputi 3 hal yaitu: (1) Apakah perkawinan dapat dilakukan oleh mereka yang masih ada hubungan saudara sesusuan ?, (2) Apa dasar pertimbangan hakim (Ratio Decidendi) dalam menolak keseluruhan permohonan pembatalan perkawina pada perkara Nomor: 15/Pdt.G/2012/PA.Pkc?, (3) Apa akibat hukum jika dalam putusan nomor: 15/Pdt.G/2012/PA.Pkc hakim menolak permohonan perkawinan karena suami isteri ada hubungan saudara sesusan?.
Tujuan penulisan penelitian skripsi ini agar dapat memperoleh hasil yang dikehendaki. Untuk memperoleh hasil yang dikendaki maka perlu ditetapkan suatu tujuan penulisan. Tujuan penulisan dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah dengan menggunakan metode Normatif yang artinya mencari jawaban tentang apa yang seharusnya dari setiap permasalahan dengan mengkaju berbagai aturan hukum yang bersifat formil seperti undang-undang serta literatur yang berisi konsep-konsep teoritis yang dihubungkan dengan permasalahan yang dibahas dalam penulisan skripsi ini.
Hasil dari penelitian ini bedasarkan pertimbangan Majelis Hakim, permohonan pembatalan perkawinan yang dilakukan Pemohon terhadap Termohon I ditolak seluruhnya dengan alasan bahwa saksi yang dihadirkan oleh pihak Pemohon tidak melihat, mendengar dan mengalami secara langsung dan hanya mendengar dari ibu Pemohon yang sudah meninggal. Dengan adanya keterangan saksi tersebut, maka saksi yang dihadirkan Pemohon tidak memenuhi persyaratan materiil yang dalam hukum pembuktian disebut testimonium de auditu. Tidak memenuhinya persyaratan materiil para saksi, Majelis Hakim berkesimpulan pemohon tidak dapat membuktikan dalil permohonannya sehingga permohonan Pemohon ditolak seluruhnya.
Kesimpulan dari pembahasan skripsi ini adalah pertama, perkawinan antara saudara sesusuan merupakan perkawinan yang dilarang tidak hanya dalam undnag-undang saja melainkan juga dalam Hukum Islam yang mengatur dengan jelas bahwa perkawinan antara saudara sesusuan merupakan mahram muabbad yaitu perkawinan yang berlaku haram untuk selamanya dalam arti sampai kapan pun dan dalam keadaan apapum laki-laki dan perempuan itu tidak boleh melakukan perkawinan. Kedua, dalam mengajukan permohonan pembatalan perkawinan Pemohon tidak dapat membuktikan dalil-dalil permohonannya dan saksi saksi yang dihadirkan tidak memenuhi syarat materiil yang dalam hukum pembuktian disebut dengan testimonium de auditu. Ketiga, dengan adanya putusan Majelis Hakim yang menolak seluru permohonan pemohon, maka perkawinan antara Pemohon dan Termohon I tetap sah menurut hukum Indonesia.
Saran dari pembahasan skripsi ini yaitu, pertama, seharusnya setiap orang harus paham mengenai perkawinan sesusuan yang jelas dilarang oleh undang-undang dan hukum Islam. Selain itu, haruslah paham mengenai beberapa persyaratan yang harus terpenuhi agar dapat dikatakan persusuan yang sempurna seperti minimal penyusuan, air susu tersebut haruslah murni atau tidak bercampur dengan air susu lain atau zat lainya, usia anak yang menyusu tidak lebih dari 2 (dua) tahun, adanya kesaksian dalam peristiwa penyusuan untuk memastikan telah terjadi peristiwa penyusuan, dan akibat apa saja yang timbul jika perkawinan antara saudara sesusuan tetap dilakukan. Kedua, hakim haruslah teliti dalam memeriksa suatu gugatan dalam pengajuan pembatalan perkawinan. Jangka waktu dalam pengajuan gugatan pembatalan perkawinan dalam Pasal 27 ayat (3) yaitu 6 (enam) bulan dan jika tidak mengajukan permohonan pembatalan perkawinan, maka haknya akan gugur. Ketiga, dengan adanya pengajuan pembatalan perkawinan seseorang haruslah paham mengenai akibatnya terhadap anak, harta dan keluarga.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]