PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) AKIBAT PENGUNDURAN DIRI YANG DILAKUKAN BURUH KARENA PENUNGGAKAN PEMBAYARAN UPAH OLEH PT PARA SAWITA ( KAJIAN YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 170 K/PDT.SUS/PHI/2014)
Abstract
Buruh merupakan orang-orang yang menyumbangkan tenaga dan
pikirannya untuk perusahaan tempat mereka bekerja. Menurut Imam Soepomo
membagi perlindungan kerja menjadi 3 (tiga) macam, yaitu perlindungan
ekonomis, perlindungan sosial dan perlindungan teknis. Salah satu bentuk
perlindungan buruh yang akan dibahas adalah bentuk perlindungan dalam
aspek ekonomis. Upah merupakan hak krusial dalam bekerja karena
merupakan penghargaan dari hasil pencapaian kerja dari buruh itu sendiri.
Pada kenyataannya ada beberapa pengusaha yang melakukan
pelanggaran mengenai ketentuan upah bagi para buruh. Pelanggaran yang
sering kali dilakukan oleh pengusaha ialah pelanggaran terhadap penunggakan
pembayaran upah buruh. Menurut ketentuan Pasal 95 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan selanjutnya dalam skripsi ini
disebut dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan menjelaskan bahwa terdapat
ketentuan mengenai larangan bagi pengusaha membayar keterlambatan
pembayaran upah kepada buruh. Penjelasan Pasal 95 ayat (2) Undang-Undang
Ketenagakerjaan adalah Pengusaha yang karena kesengajaan atau kelalaiannya
mengakibatkan keterlambatan pembayaran upah, dikenakan denda sesuai
dengan persentase tertentu dari upah buruh”. Pelanggaran atas pembayaran
upah buruh ini akan menimbulkan hubungan yang tidak harmonis antara buruh
dengan pengusaha. Ketika hubungan diantara buruh dengan pengusaha sudah
diwarnai dengan perselisihan, maka kemungkinan terburuk dari perselisihan
tersebut adalah terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK).
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]