PENGEMBANGAN SENSOR KOLORIMETRI UNTUK DETEKSI DEKSAMETASON PADA JAMU PEGAL LINU DI PASARAN
Abstract
Penggunaan bahan alam sebagai obat tradisional di Indonesia telah dilakukan
oleh nenek moyang kita sejak berabad-abad yang lalu. Salah satu produk obat
tradisional yang banyak diminati oleh masyarakat adalah jamu pegal linu. Minat
masyarakat yang besar terhadap produk jamu pegal linu sering kali dimanfaatkan oleh
produsen jamu untuk menambahkan bahan kimia obat. Tujuan dari penambahan bahan
kimia obat pada jamu adalah agar jamu yang dikonsumsi segera dirasakan efeknya oleh
konsumen sehingga akan menyebabkan tingginya permintaan (Firdaus dan Utami,
2009). Bahan-bahan kimia obat yang biasa ditambahkan pada jamu pegal linu salah
satunya adalah deksametason. Deksametason adalah obat kortikosteroid golongan
glukokortikoid yang memiliki efek anti inflamasi dan anti alergi dengan cara
pencegahan pelepasan histamin. Efek samping dari deksametason dapat menyebabkan
moon face, penimbunan cairan, peningkatan gula darah, glaukoma (tekanan bola mata
meningkat), gangguan pertumbuhan, pengeroposan tulang, daya tahan terhadap infeksi
menurun, kelemahan otot, tukak lambung, dan gangguan hormon (BPOM RI, 2009).
Pengembangan suatu sensor kimia berupa strip tes diharapkan lebih efektif dan
efisisen dalam aplikasinya untuk melakukan monitoring terhadap peredaran jamu pegal
linu yang mengandung deksametason dibandingkan dengan instrumen lain yang lebih
rumit. Pengembangan strip tes ini didasarkan pada reaksi antara deksametason dengan
campuran reagen besi (III) klorida dan kalium heksasianoferat (III). Pengembangan
strip tes ini didasarkan pada reaksi pembentukan kompleks warna biru prusia, karena
deksametason mereduksi besi (III) klorida pada kondisi asam dan menghasilkan besiviii
(II). Ion besi (II) yang terbentuk akan bereaksi dengan kalium heksasianoferat (III) dan
akan menghasilkan suatu kompleks besi (II) ferisianida yang berwarna biru prusia
Fabrikasi strip tes pada penelitian ini dilakukan dengan mengimobilisasi reagen
pada selulosa asetat dengan ukuran 1 x 0,5 cm. Konsentrasi optimum reagen adalah
10%. Konsentrasi Uji deksametason yang digunakan adalah 5 ppm. Waktu perendaman
selulosa asetat dalam reagen optimum dilakukan selama 24 jam. Hasil karakterisasi
strip tes sebagai sensor deksametason berbasis reagen besi (III) klorida dan kalium
heksasianoferat (III): waktu respon strip tes adalah 10 menit; linieritas strip tes terhadap
standar deksametason berada pada rentang 0,5 ppm - 75 ppm, dengan nilai koefisien
korelasi (r) 0,9999, nilai Vxo 0,598 % dan persamaan regersi yang diperoleh adalah y
= 29,949 + 0,4089x; batas deteksi (LOD) dari strip tes sebesar 0,422 ppm sedangkan
batas kuantitasi (LOQ) sebesar 1,406 ppm; strip tes sebagai sensor deksametason akan
terganggu dengan adanya komponen pengganggu berupa BKO lain yaitu parasetamol,
antalgin, dan prednison dengan perbandingan deksametason dan BKO lain sebesar
masing-masing 1:200, 1:200 dan 1: 20; metode strip tes sebagai sensor deksametason
memenuhi parameter presisi dengan nilai RSD < 11% yaitu 4,190 x 10-6 %; strip tes
juga memenuhi parameter akurasi dengan %recovery rata-rata sebesar 100,133%; strip
tes sebagai sensor deksametason stabil pada penyimpanan suhu dingin (±4oC) dengan
waktu pakai 18 hari. Metode strip tes sebagai sensor deksametason tidak memberikan
perbedaan yang signifikan jika dibandingkan dengan metode pengukuran
deksametason menggunakan spektrofotometri Uv-Vis. Metode strip tes sebagai sensor
deksametason dapat digunakan sebagai metode alternatif untuk mengukur kandungan
deksametason pada sampel jamu pegal linu yang beredar di pasaran
Collections
- UT-Faculty of Pharmacy [1469]