dc.description.abstract | Hasil dari penelitian ini adalah, berdasarkan pertimbangan Majelis Hakim,
perkawinan almarhum AMAQ P dan HH alias INAQ SI dinyatakan sah karena
sudah dilaksankan sesuai syariat agama dan tercatat di Pengadilan agama. Meski
tidak ada bukti tertulis bahwa INAQ P (istri pertama) memberikan izin suami
untuk berpoligami, Hakim menilai perkawinan antara almarhum AMAQ P dan
HH alias INAQ SI berjalan baik dan tidak ada upaya pembatalan perkawinan dari
pihak INAQ P (isteri pertama). Dan menurut Penulis, Majelis Hakim sudah tepat
dalam menilai bahwa istri kedua berhak untuk mendapatkan bagian dari harta
bersama. Hal ini sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Kewajiban suami
terhadap istri kedua, dan pembagian harta terhadap istri pertama dan istri ke dua
ditinjau menurut Pasal 65 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan.
Kesimpulan dari pembahasan skripsi ini adalah, Keabsahan perkawinan
bagi istri kedua dari perkawinan poligami, sebelum adanya Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ditentukan berdasarkan ketentuan
perkawinan agama. Perkawinan bagi istri dari perkawinan poligami tetap sah
meski tidak dicatat dan mendapat izin pengadilan. Syarat sahnya perkawinan
masih didasarkan hanya pada syarat perkawinan menurut agama. Jika syarat dan
rukun perkawinan terpenuhi maka perkawinan tersebut sah. Sedangkan keabsahan
perkawinan bagi istri kedua dari perkawinan poligami yang dilakukan setelah
adanya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan adalah tidak
sah apabila tidak memenuhi syarat sahnya melakukan poligami, salah satu
syaratnya adalah mendapatkan izin dari isteri/isteri-isterinya. Pertimbangan
hukum Hakim memutus istri kedua sebagai ahli waris adalah berdasarkan Surat
Annisa ayat 11-12, pasal 176 dan pasal 180 Kompilasi Hukum Islam, istri memiliki
hak waris dari harta warisan suaminya. Bagian warisan untuk istri-istri yang
perkawinannya memiliki anak sebesar 1/8 bagian dari harta warisan Almarhum
Suaminya. Selain itu, secara tersirat, Majelis Hakim juga memutus berdasarkan
Pasal 190 Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan bahwa bagi pewaris yang
beristeri lebih dari seorang, maka masing-masing isteri berhak mendapatkan
bagian atas gono-gini dari rumah tangga dengan suaminya, sedangkan
keseluruhan bagian pewaris adalah menjadi hak para ahli warisnya. Menurut
penulis, Majelis Hakim sudah tepat dalam menilai bahwa istri kedua berhak untuk
mendapatkan bagian dari harta bersama. | en_US |