dc.description.abstract | Perubahan struktur agraria memicu terganggunya ritme kehidupan petani.
Pasalnya ketika lahan yang menjadi tumpuan hidup bagi petani dirampas dan
petani sulit untuk menjangkaunya, petani akan berupaya memerjuangkan haknya
kembali. Upaya yang dilakukan salah satunya gerakan petani melawan pemerintah
ataupun perusahaan swasta. Sementara itu, penduduk desa Curahnongko yang ikut
melakukan pendudukan lahan tersebut mengaku tidak puas dengan sikap PTPN
XII yang terus menerus menguasai lahan perkebunan di desa mereka sejak dulu
padahal penduduk juga membutuhkan lahan bercocok tanam untuk memenuhi
kehidupan sehari-hari. Karena itu focus permasalahan dalam penelitian ini adalah
berdasarkan uraian latar belakang diatas maka timbul perumusan masalah sebagai
berikut: 1) Mengapa masyarakat desa Curahnongko mengelola lahan HGU milik
perkebunan?, 2) Bagaimana bentuk dan sifat gerakan masyarakat desa
Curahnongko?, 3) Bagaimana perubahan status sosial ekonomi masyarakat setelah
penguasaan lahan HGU itu.
Lokasi penelitian ini diambil dengan cara sengaja yaitu di Desa
Curahnongko. Metode penelitian yang digunakan adalah meted deskriptif.
Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive dan snowball sampling.
Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Metode analisa data
dengan cara pengumpulan data, reduksi data, display data dan penggambaran
kesimpulan dan verivikasi data.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lahan HGU saat ini dimiliki oleh
pihak PTPN XII namun petani memiliki anggapan bahwa petani memiliki hak
atas beberapa luasan lahan yang dimiliki leh PTPN XII tersebut. Luasan lahan
yang dimiliki PTPN XII adalah 2.709,49 Ha dimana dalam HGU tersebut terdapat
klaim dari masyarakat seluas 332 ha. Dari 332 ha areal yang diklaim tersebut, 125
ha ditanami (okupasi) oleh warga. Sedangkan sisa seluas 207 ha dituntut warga.
Bentuk dan sifat gerakan petani di Desa Curahnongko dapat diketahui dengan
melihat karakter dan dimensi gerakan petani. Karakter gerakan petani terdiri dari
luasnya jaringan komunikasi, terdapat kepemimpinan yang mengayomi warga,
adanya kegiatan-kegiatan yang mendukung, dan kolekifitas aksi. Dimensi gerakan
petani di Desa Curahnongko dapat dibagi menjadi 4 faktor, yaitu tingkat
kesadaran masyarakat terhadap kesamaan permasalahan yang dialami tinggi,
tingkat kolektifitas aksi yang dilakukan untuk mengatasi konflik berjalan intensif,
Status rendah yang harus dihindari semaksimal mungkin, dan orientasi
instrumental atau tujuan hidup masyarkat untuk mengentaskan kemiskinan dan
mencapai kesejahteraan.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah lahan HGU saat ini dikelola oleh
PTPN XII dan masyarakat memperjuangkan sebagian lahan tersebut karena
mereka beranggapan bahwa lahan tersebut adalah milik masyarakat. Bentuk dan
sifat gerakan petani berawal dari keinginan petani untuk mengambil alih lahan
yang telah dirampas oleh pihak PTPN XII. Terdapat perubahan menuju kearah
yang lebih baik setelah ada gerakan penguasaan lahan HGU oleh masyarakat.
Saran yang dapat diambil untuk penelitian ini adalah Petani Desa Curahnongko
Kecamatan Tempurejo diharapkan dapat mempertahankan hak milik tanah mereka
melalui gerakan yang telah dibentuk. Gerakan tersebut diwadahi oleh sebuah
organisasi non formal yang dinamakan SIPER (Serikat Petani Perjuangan),
melalui organisasi tersebut diharapkan dapat membawa permasalahan sengketa
tanah ke tingkat yang lebih tinggi lagi secara hukum sehingga yang menjadi hak
petani bisa segera terselesaikan. Pihak pemerintah baik itu di tingkat desa ataupun
yang lebih tinggi diharapkan dapat lebih berperan aktif dalam membantu
masyarakat mengatasai permasalahan atas tanah HGU tersebut. Gerakan petani
diharapkan dapat lebih aktif lagi dalam mencari solusi atas permasalahan hak-hak
masyarakat dalam mempertahankan lahan tersebut sehingga perekonomian di
Desa Curahnongko Kecamatan Tempurejo Kabupaten Jember tersebut dapat
mengalami peningkatan. | en_US |