MODEL PENDIDIKAN PESANTREN DALAM NOVEL SANTRI CENGKIR KARYA ABIDAH EL-KHALIEQY
Abstract
Karya sastra merupakan hasil refleksi penulis mengenai lingkungan. Hal
tersebut sejalan dengan yang dikatakan Endraswara, bahwa karya sastra
memberikan refleksi realitas yang lebih besar, lebih lengkap, dan lebih dinamik
(2008:89). Pandangan ini sering digunakan dalam penelitian sastra tertentu
untuk merefleksikan sebuah kehidupan dalam masyarakat di dalamnya. Tilisan
ini mengungkap kehidupan pesantren yang merupakan lembaga pendidikan
agama Islam, dengan sistem asrama yang di dalamnya berisikan sekurangkurangnya
tiga unsur pokok yaitu: kiai, sebagai pengasuh sekaligus pengajar,
santri yang belajar, dan masjid sebagai tempat beribadah dan sentral kegiatan.
Pesantren berfungsi sebagai lembaga pendidikan, secara historis
berupa komunitas yang terdiri atas seorang atau beberapa ustadz, atau kiai
yang berperan sebagai pengajar dan sekelompok santri yang diajar. Dari
aspek intelektualitas, kiai pertama-tama dan utama mengajarkan membaca
Al-Qur’an, kemudian meningkat pada kitab-kitab berbahasa Arab. Pada
perkembangan berikutnya para santri merasakan kebutuhan untuk selalu
dekat dengan kiainya, supaya mereka dapat mempelajari dan mengamati
lebih banyak lagi pelajaran-pelajaran agama. Mereka kemudian membentuk
kelompok masyarakat sendiri agar selalu dekat dengan kiainya, atau kiai itu
sendiri yang menyediakan tempat, di rumahnya, atau di luar rumahnya, untuk
menampung mereka agar setiap saat dapat memberikan pelajaran agama,
sampai akhirnya pesantren berdiri.
Collections
- LSP-Conference Proceeding [1874]