dc.description.abstract | Hukum kewarisan Islam merupakan hukum yang mengatur tentang
peralihan kepemilikan harta dari orang yang telah meninggal dunia kepada orang
yang masih hidup (yang berhak menerimanya), yang mencakup apa saja yang
menjadi harta warisan, siapa-siapa saja yang berhak menerima, berapa besar porsi
atau bagian masing-masing ahli waris, kapan dan bagaima tata cara
pengalihannya.
Warisan menurut sebagian besar ahli hukum Islam ialah semua harta
benda yang ditinggalkan oleh seseorang yang meninggal dunia baik berupa benda
bergerak maupun benda tidak bergerak (benda tetap), termasuk barang/ uang
pinjaman dan juga barang yang ada sangkut pautnya dengan hak orang lain,
misalnya barang yang digadaikan sebagai jaminan atas hutangnya ketika pewaris
masih hidup.
Dalam Al Quran dan Hadist telah banyak menjelaskan aturan hukum
kewarisan yang berkaitan dengan laki-laki dan perempuan, tetapi telah muncul
makhluk ciptaan Allah yang dalam hal ini dapat dikategorikan sebagai kelamin
ganda, yang masih dinilai kurang dalam menjelaskan suatu hukumpun yang
berkaitan dengan Al-Khuntsa (kelamin ganda) tersebut. Hal ini menunjukkan
ketidakmungkinan adanya 2 (dua) alat kelamin yang berlawanan dan berkumpul
pada satu tubuh manusia, oleh karena itu harus dijelaskan dan ditentukan jenis
kelamin dari Al-Khuntsa tersebut sehingga dapat dikategorikan sebagai seorang
laki-laki atau perempuan sehingga akan memudahkan dalam penentuan kewarisan
dari Al-Khuntsa tersebut. Maka dalam hal ini penulis mengangkat judul
“KAJIAN HUKUM HAK MEWARIS AL-KHUNTSA (KELAMIN GANDA)
MENURUT HUKUM WARIS ISLAM”.
Rumusan masalah meliputi 2 (dua) hal pertama, apakah Al-Khuntsa
memiliki hak mewaris menurut Hukum Waris Islam dalam Kompilasi Hukum
Islam. Kedua, dalam hal status hukum dan hak mewaris sudah ditentukan, apakah
hak mewaris yang diperoleh dapat dibatalkan apabila ternyata kelak ada
perubahan kelamin.
Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah Untuk mengetahui dan memahami
hak mewaris dari Al-Khuntsa menurut Hukum Waris Islam dalam Kompilasi
Hukum Islam serta untuk mengetahui dan memahami hak mewaris yang diperoleh
oleh Al-Khuntsa dalam hal status hukum dan hak mewaris yang sudah ditentukan
apakah dapat dibatalkan apabila ternyata kelak ada perubahan kelamin
Metodologi yang digunakan yaitu terdiri dari tipe penelitian secara yuridis
normatif; pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan undang-undang
(statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach); sumber
bahan hukum yaitu bahan hukum primer, sekunder dan non hukum; dan analisis
bahan hukum yang digunakan adalah metode deduktif.
Kesimpulan dari skripsi ini adalah, pertama bahwa menurut Hukum Waris
Islam Al-Khuntsa (kelamin ganda) berhak mendapatkan warisan ,tetapi harus
diketahui kejelasan jenis kelamin orang yang bersangkutan (jenis kelamin yang
dominan), apabila sudah jelas status hukumnya maka dia dapat mewarisi
berdasarkan bagian yang ditentukan dalam Kompilai Hukum Islam. Kedua,
Apabila terjadi perubahan kelamin lagi setelah jatah dari Al-Khuntsa (kelamin
ganda) ditentukan, maka jatah warisan yang akan didapat oleh seorang ahli waris
Al-Khuntsa (kelamin ganda) juga dapat berubah seiring dengan perubahan
terakhir dari kelaminnya tersebut.
Saran dari skripsi ini adalah hendaknya dari pihak rumah sakit atau
penolong persalinan memberikan informasi mengenai diagnosis yang jelas dan
tindakan medis yang seharusnya segera diambil apabila seorang bayi terlahir
dengan dua kelamin sekaligus sehingga status dari seorang khuntsa (kelamin
ganda) dapat segera diputuskan agar tidak menimbulkan kerancuan dalam
masyarakat dan agar didapatkan kejelasan perihal status hukum dari khuntsa
tersebut dan Pemerintah segera menetapkan peraturan khusus yang mengatur
perihal pergantian kelamin dan kewarisan dari seorang kelamin ganda tersebut. | en_US |