Show simple item record

dc.contributor.advisorWahjuni, Edi
dc.contributor.advisorZulaika, Emi
dc.contributor.authorAKBAR, Ryan Bagus
dc.date.accessioned2016-08-10T04:07:14Z
dc.date.available2016-08-10T04:07:14Z
dc.date.issued2016-08-10
dc.identifier.nim120710101149
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/76223
dc.description.abstractPada 1 Januari 2014, dilakukan transformasi PT Askes (Persero) menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan. Dalam kurun waktu lebih dari satu tahun ini, BPJS Kesehatan dalam menjalankan programnya masih belum menuai hasil optimal sebagaimana yang diharapkan pemerintah Indonesia sebagai badan hukum yang menyelenggarakan Jaminan Kesehatan Nasional. Rumusan masalah dalam skripsi ini yakni; (1) Apakah bentuk perlindungan hukum yang tepat bagi peserta BPJS Kesehatan atas penolakan pelayanan kesehatan oleh Rumah Sakit?, (2) Apakah tanggung jawab yang dapat diberikan BPJS Kesehatan beserta Rumah Sakit atas penolakan pelayanan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan oleh Rumah Sakit?, (3) Apakah upaya yang dapat dilakukan peserta BPJS Kesehatan atas tindakan penolakan pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh Rumah Sakit?. Tujuan yang hendak dicapai dalam skripsi ini adalah untuk memberikan informasi bagi penulis dan pembaca mengenai hak–hak Warga Negara Indonesia sebagai peserta BPJS Kesehatan atas jaminan kesehatan yang diberikan oleh Negara Indonesia . Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini menggunakan tipe penelitian hukum, yuridis normatif (legal research) dengan pendekatan masalah; (1) pendekatan Undang-Undang (Statute Approach), dan (2) pendekatan konsep (conceptual approach). Dalam Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, yang dimaksud perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Menurut Philipus M. Hadjon, Perlindungan hukum bagi rakyat dikenal dengan dua bentuk, yaitu perlindungan yang bersifat preventif (pencegahan terjadinya sengketa) dan perlindungan yang bersifat represif (penyelesaian sengketa). Perlindungan hukum yang dimaksud dalam skripsi ini adalah perlindungan hukum kepada peserta BPJS Kesehatan yang dalam hal ini konsumen jasa kesehatan. Dalam Pasal 1 ayat (2) Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan, menyebutkan bahwa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang selanjutnya disebut sebagai BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan. Sedangkan pengertian peserta BPJS Kesehatan menurut Pasal 1 angka 4 UU Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, menyebutkan bahwa peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran. Peserta BPJS Kesehatan berhak atas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 1 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan. Pelayanan kesehatan tersebut dapat diperoleh oleh peserta BPJS Kesehatan melalui fasilitas kesehatan, seperti rumah sakit. Menurut UU Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Sebagai konsumen jasa kesehatan, peserta BPJS Kesehatan memiliki hak-hak yang dilindungi oleh hukum antara lain memperoleh pelayanan kesehatan yang baik, aman, dan bermutu. Hal ini sesuai dengan Pasal 5 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Pasal 47 Peraturan BPJS Kesehatan No. 1 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan. Dengan dasar-dasar hukum tersebut peserta yang menerima kerugian akibat penolakan pelayanan kesehatan dapat menuntut ganti rugi sebagaimana yang dimaksud Pasal 58 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Sebagai perusahaan asuransi, BPJS Kesehatan menjamin penyelenggaraan jaminan kesehatan. Untuk hal lain, rumah sakit sebagai penyelenggara progam kesehatan juga bertanggung jawab atas kerugian yang diderita pasien atas pelayanan kesehatan yang diselenggarakannya hal ini sesuai dengan Pasal 46 UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Selanjutnya upaya yang dapat dilakukan oleh peserta atas penolakan pelayanan kesehatan tersebut, antara lain; nonlitigasi (pengaduan, kemudian mediasi), litigasi (gugatan ke pengadilan di daerah tempat tinggal peserta). Upaya-upaya tersebut diatur dalam Peraturan BPJS Kesehatan No. 2 Tahun 2014 tentang Unit Pengendali Mutu Pelayanan dan Penanganan Pengaduan Peserta.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.subjectPERLINDUNGAN HUKUMen_US
dc.subjectPESERTA BPJS KESEHATANen_US
dc.subjectPENOLAKAN PELAYANAN KESEHATANen_US
dc.titlePerlindungan Hukum Terhadap Peserta BPJS Kesehatan Atas Penolakan Pelayanan Kesehatan Oleh Rumah Sakiten_US
dc.typeUndergraduat Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record