TINJAUAN YURIDIS TENTANG STATUS ANAK HASIL PERKAWINAN SIRI BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU-VIII/2010
Abstract
Tipe penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah yuridis normatif. Yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif yang berlaku. Tipe penelitian yuridis normatif dilakukan dengan cara mengkaji berbagai aturan hukum yang bersifat formil seperti undang-undang, peraturan-peraturan serta literatur yang berisi konsep-konsep teoritis yang kemudian dihubungkan dalam permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi. Pendekatan masalah yang digunakan dalam skripsi ini menggunakan pendekatan Undang-undang (statute approach). Artinya, merupakan pendekatan yang dilakukan dengan menelaah semua peraturan perundang undangan dan regulasi yang berkaitan dengan isu hukum yang sedang ditangani. Dan juga menggunakan pendekatan Konseptual (conceptual approach). Pendekatan konseptual beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. Pemahaman akan pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin tersebut merupakan sandaran bagi peneliti dalam membangun suatu argumentasi hukum dalam memecahkan isu hukum yang dihadapi.
Pada bab pembahasan, adalah membahas tentang keabsahan perkawinan siri setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010. Dalam putusan tersebut hakim menyatakan bahwa perkawinan yang dilakukan secara siri dianggap sah dimata hukum agama namun tidak memiliki kekuatan dimata hukum
negara. Perkawinan yang dilakukan secara siri tidak memiliki bukti administrasi karena perkawinan tersebut tidak dicatatkan. Hal ini akan berdampak pada status hukum isteri dan juga anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut. Isteri tidak bisa mendapatkan hak-hak yang seharusnya diperolehnya. Selain isteri, anak juga dapat kehilangan haknya seperti pencantuman nama dari sang ayah pada akta kelahirannya dan juga hak-hak materi yang seharusnya didapatkan oleh sang anak. Selain itu juga hubungan keperdataan anak dengan bapak biologisnya menjadi tidak jelas dimata hukum. Namun setelah adanya putusan dari Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 anak memiliki hubungan keperdataan dengan ayah biologisnya apabila dapat dibuktikan dengan ilmu pengetahuan sehingga nantinya anak tersebut juga dapat memperoleh hak-haknya dari bapak biologisnya.
Berdasarkan uraian pada penjelasan diatas maka saran-saran yang dapat diberikan adalah harus ada sosialisasi atau pendekatan yang lebih baik lagi terhadap masyarakat mengenai pentingnya melaksanakan perkawinan yang dicatatkan, serta memberikan penjelasan apa saja manfaat dan juga akibat yang dapat ditimbulkan dari adanya perkawinan yang dilaksanakan dengan dicatatkan dan juga manfaat serta akibat yang timbul dari perkawinan yang tidak dicatatkan. Sehingga tidak ada pihak yang dirugikan lagi dari perkawinan yang tidak dicatatkan khususnya anak yang dilahirkan dari perkawinan siri.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]