dc.description.abstract | Terdakwa bernama Chairunnisa Laras Farastika Binti Fahmi Yudi berumur 15 tahun. Terdakwa Chairunnisa memiliki hubungan dekat sebagai kekasih dengan saksi Talib Bin Daeng Matengah (terdakwa dalam perkara lain) yang mana diketahui oleh terdakwa bahwa saksi Thalib telah memiliki seorang istri. Hubungan kekasih yang dijalin oleh terdakwa dan saksi Thalib tidak diketahui oleh istri saksi Thalib. Kedekatan antara terdakwa dan saksi Thalib membuat terdakwa sering bepergian, menginap dan melakukan persetubuhan selayaknya suami istri bersama saksi Thalib. Perbuatan terdakwa tersebut selanjutnya didakwa oleh penuntut umum melakukan tindak pidana perzinahan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 284 ayat (1) ke-2b juncto Pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP. Hakim dalam menjatuhkan putusan didasari dengan adanya pertimbangan-pertimbangan yang diperoleh dari fakta yang telah terungkap dalam persidangan. Pertimbangan hakim dalam kasus tersebut menyatakan bahwa perbuatan terdakwa Chairunnisa merupakan satu kesatuan dengan perbuatan terdakwa Thalib (saksi) sehingga hakim merujuk pada Pasal 76 ayat (1) KUHP mengenai asas nebis in idem sebagai dasar pertimbangan. Menurut pendapat hakim kewenangan penuntut umum untuk mengajukan tuntutan terhadap terdakwa telah hapus sesuai dengan ketentuan pasal tersebut dan dalam amar putusan majelis hakim menyatakan penuntutan penuntut umum terhadap terdakwa tidak dapat diterima.
Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini ada 2 (dua), pertama mengenai perbuatan terdakwa hubungannya dengan asas nebis in idem dan kedua mengenai penuntutan penuntut umum berdasarkan fakta persidangan.
Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini menggunakan dua metode, pertama metode pendekatan perundang-undangan yaitu dengan melihat ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2002 tentang penanganan perkara yang berkaitan dengan asas nebis in idem dan Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: Per-036/A/JA/09/2011 tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) Penanganan Tindak Pidana Umum mengenai tata cara penuntutan. Kedua menggunakan metode pendekatan konseptual, yaitu dengan melihat dari beberapa literatur atau buku yang berkaitan dengan asas nebis in idem.
Kesimpulan dari penulisan skripsi ini adalah pertama bahwa tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa bukan merupakan suatu perkara nebis in idem. Kedua bahwa apabila dengan alasan nebis in idem tidak tepat apabila dinyatakan bahwa penuntutan penuntut umum tidak dapat diterima seharusnya hakim dalam amarnya menyatakan bahwa penuntutan penuntut umum gugur dan karena berdasarkan analisis fakta persidangan tindak pidana perzinahan yang dilakukan bukan merupakan suatu perkara nebis in idem serta karena terdakwa merupakan pelaku peserta dalam tindak pidana tersebut maka seharusnya hakim menjatuhkan putusan pemidanaan | en_US |