ASPEK HUKUM LEVERING DALAM PERJANJIAN JUAL BELI KAYU BUNDAR RIMBA PADA PERUM PERHUTANI JAWA TIMUR
Abstract
Perjanjian Jual Beli Kayu Bundar Rimba Pada Perum Perhutani Jawa Timur“ pada
dasarnya adalah untuk memahami pelaksanaan jual beli yang dilakukan oleh
Perum Perhutani Jawa Timur pada khususnya kantor KBM Pemasaran. Dari
berbagai saluran penjualan yang ada, pada skripsi ini hanya akan membahas
saluran penjualan dengan perjanjian / kontrak. Berdasarkan dari perundangundangan
yang berlaku penulis ingin mengetahui apakah penjualan dengan
perjanjian / kontrak tersebut sama dengan perjanjian yang telah diatur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata yang menjadi dasar dalam pembuatan perjanjian
dan apakah peraturan-peraturan yang digunakan oleh Perum Perhutani tidak
bertentangan dengan peraturan-peraturan yang ada di atasnya.
Permasalahan yang akan dibahas dalam penyusunan skripsi ini adalah
apakah perjanjian jual beli kayu bundar rimba pada Perum Perhutani Jawa Timur
sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, apa saja bentuk levering dalam
perjanjian jual beli dan bagaimana cara penyelesaian jika terjadi wanprestasi
dalam perjanjian jual beli kayu bundar di Perum Perhutani. Tujuan dari penulisan
ini adalah, pertama untuk mengetahui dan mengkaji apakah perjanjian jual beli
kayu bundar rimba di Perum Perhutani sudah sesuai dengan ketentuan yang
berlaku, kedua untuk mengetahui dan mengkaji bentuk levering dalam perjanjian
jual beli kayu bundar rimba pada Perum Perhutani, ketiga untuk mengetahui dan
mengkaji cara penyelesaian jika terjadi wanprestasi. Untuk menjawab semua
permasalahan tersebut diatas maka dalam pendekatan masalah, metode yang
digunakan adalah metode yuridis normatif, maksudnya adalah permasalahan yang
diangkat, dibahas dan diuraikan dalam penelitian ini difokuskan dengan
menerapkan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif, artinya
penelitian ini dikaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
dihubungkan dengan kenyataan yang ada. Pendekatan yang digunakan dalam
skripsi ini adalah pendekatan undang-undang (statue approach) dimana
xiii
pendekatan undang-undang dilakukan dengan cara menelaah semua undangundang
yang berkaitan dengan fakta hukum yang sedang ditangani. Disamping
pendekatan undang-undang digunakan pula pendekatan konseptual (conceptual
approach)
Jual beli kayu bundar rimba pada Perum Perhutani Jawa Timur dengan
saluran penjualan dengan perjanjian / kontrak dilaksanakan berdasarkan
permohonan yang diajukan secara tertulis oleh calon pembeli kepada Perum
Perhutani yang disertai maksud dan tujuan penggunaan kayu yang diminta. Jual
beli melalui saluran penjualan dengan perjanjian / kontrak dilaksanakan dengan
syarat-syarat yang telah ditentukan dalam peraturan jual beli kayu rimba oleh
Perum Perhutani dalam Keputusan Direksi Perum Perhutani No.
629/KPTS/DIR/2009 tentang Pedoman Penjualan Dalam Negeri Hasil Hutan
Kayu Bundar Jati dan Rimba dan pihak pembeli tidak dapat mengajukan
keberatan terhadap ketentuan tersebut. Syarat-syarat yang ditetapkan oleh Perum
Perhutani sebenarnya bertentangan dengan pasal 1320 dan pasal 1338 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata. Pada peraturan perjanjian jual beli yang ada di
Perum Perhutani jika dilihat secara cermat merupakan perjanjian yang
bertentangan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata karena dalam
perjanjian tersebut kontrak yang dibuat merupakan kontrak baku yaitu mengenai
isi dari perjanjian hanya dibuat berdasarkan kehendak salah satu pihak yang
secara otomatis itu hanya menguntungkan salah satu pihak saja, sedangkan pihak
yang mengajukan permohonan kerjasama tersebut tidak dapat mengubah isi dari
perjanjian yang telah dibuat.
Pada penyusunan skripsi ini terdapat beberapa hal yang perlu dicermati
yaitu yang pertama adanya kepentingan-kepentingan Perum Perhutani sebagai
badan usaha yang dimiliki oleh negara yang bertugas menjaga dan memelihara
kualitas dan kuantitas hasil hutan dengan pemanfaatannya secara optimal, kedua
dalam hal penyerahan (levering) Perum Perhutani hanya memberikan dokumendokumen
dari kayu bundar rimba sedangkan dalam penyerahannya diambil sendiri
oleh pembeli, ketiga Perum Perhutani menjadikan dasar tidak adanya tuntutan dari
xiv
para pembeli terhadap wanprestasi atas tidak terpenuhinya kayu sesuai dengan
jumlah yang tertera dalam perjanjian dengan jalan musyawarah atau mediasi.
Peraturan yang dibuat oleh Perum Perhutani seharusnya lebih
dimaksimalkan sehingga tidak terdapat celah hukum yang bisa dituding sebagai
pembuat wanprestasi karena terdapat banyak celah hukum, demikian juga pada
hal levering seharusnya lebih taat pada peraturan yang sudah dibuat oleh Perum
Perhutani itu sendiri. Penyelesaian wanprestasi dengan cara musyawarah adalah
cara yang tepat, tetapi untuk memperendah terjadinya wanprestasi lebih baik
disesuaikan dahulu jumlah permintaan dengan persediaan kayu yang ada sehingga
tidak merugikan pihak lain.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]