dc.description.abstract | Negara Indonesia merupakan negara hukum dan menjamin perlindungan tiap
warga negaranya, termasuk perlindungan terhadap hak anak yang merupakan
generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa Indonesia sehingga wajib
dilindungi dari segala perlakuan yang mengakibatkan terjadinya suatu
pelanggaran dan perbuatan yang merugikan bagi anak. Pembuktian perkara tindak
pidana persetubuhan sering kali sulit untuk dibuktikan karena berdasarkan Pasal
183 KUHAP untuk menentukan menjatuhi hukuman kepada terdakwa minimal
harus ada dua alat bukti yang sah dan kenyakinan Hakim. Dalam Pasal 184 ayat
(1) KUHAP alat bukti yang sah adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat,
petunjuk, dan keterangan terdakwa. Dengan adanya Pasal tersebut semakin sulit
seorang hakim dalam menjatuhi hukuman, sebab saksi yang dihadirkan
dipersidangan harus secara langsung mengetahui perbuatannya itu tetapi jarang
sekali ada saksi yang mengetahui tindak pidana secara langsung kecuali tindak
pidana persetubuhan itu tertangkap basah atau pelaku lebih dari satu orang.
Namun demikian dalam praktik, pembuktian seringkali menimbulkan suatu
permasalahan terlebih mengenai hasil keputusan yang dijatuhkan oleh hakim
kepada pelaku tindak pidana dimana penerapan pasal yang dijatuhkan oleh hakim
tersebut tidak sesuai dengan fakta- fakta yang terungkap selama persidangan. Halhal
demikian yang sering dijumpai dalam wajah peradilan di Indonesia dewasa
ini. Hal tersebut berkaitan dengan Putusan Pengadilan Negeri Denpasar dengan
nomor register: 2/Pid.Sus/2015/PN.Dps yaitu mengenai kesesuaian alat bukti dan
pertimbangan oleh hakim yang diterapkan kepada para terdakwa tidak sesuai
dengan fakta- fakta yang terungkap selama persidangan.
Tujuan penulisan adalah untuk menganalisis kesesuaian antara pertimbangan
hakim dengan Putusan Nomor 2/Pid.Sus.Anak/2015/PN.Dps yang membuktikan
alat bukti surat berupa Visum et Repertum dengan perbuatan terdakwa serta untuk
menganalisis kesesuaian antara pertimbangan hakim dengan unsur pasal yang
didakwakan terhadap pelaku dengan fakta dipersidangan.
xiv
Berdasarkan analisa dan pembahasan permasalahan yang dilakukan oleh
penulis, maka dapat diperoleh kesimpulan yaitu : Hakim dalam memberikan
pertimbangan dalam putusan tidak tepat, karena tidak sesuai dengan alat bukti
yang sah berdasarkan Pasal 184 KUHAP. Apabila dilihat dari fakta- fakta hukum
dalam Putusan Pengadilan Denpasar Nomor 2/Pid.Sus.Anak/2015 Visum yang
dijadikan pertimbangan hakim bukanlah visum yang diajukan oleh penuntut
umum kemudian dalam proses pembuktian hakim seharusnya memperhatikan
Pasal 197 KUHAP yaitu pertimbangan hakim harus sesuai dangan fakta-fakta dan
keadaan dipersidangan untuk membuktikan unsur-unsur pasal yang didakwakan
oleh jaksa penuntut umum. Penelitian untuk penulisan ini menggunakan tipe
penelitian yuridis normatif (Legal Research). Suatu proses untuk menemukan
aturan hukum, prinsip hukum, maupun doktrin doktrin hukum guna menjawab isu
hukum yang dihadapi. Metode analisis bahan hukum yang dipergunakan dalam
penulisan ini adalah menggunakan metode deduktif yaitu suatu metode
berpangkal dari hal yang bersifat umum ke khusus yang selanjutnya bahan hukum
tersebut, yaitu bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder tersebut diolah
secara kualitatif yaitu suatu pengolahan bahan-bahan nonstatik.
Saran dari skripsi ini adalah seharusnya seorang hakim harus lebih cermat
dalam menilai jalannya pembuktian. Seorang hakim tidaklah harus menggunakan
keyakinan semata apabila dalam proses pembuktian tersebut telah terungkap
fakta- fakta hukum yang berasal dari alat bukti yang ditentukan oleh undangundang
untuk merumuskan benar tidaknya seorang pelaku tindak pidana
melakukan perbuatan yang sesuai dengan Pasal yang didakwakan atau tidak. serta
Seharusnya hakim lebih teliti dalam merumuskan pertimbangannya guna
kepentingan penjatuhan putusan berkaitan dengan Pasal yang dikenakan kepada
terdakwa. | en_US |