dc.description.abstract | Suatu perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia,
kekal, dan sejahtera. Tidak pernah terbersit bila dikemudian hari harus bercerai,
lalu menikah lagi dengan orang lain, atau memilih untuk tetap sendiri. Namun
pada kenyataannya justru bukan demikian. Tidak sedikit pasangan suami istri
memilih untuk bercerai. Faktor ketidak cocokan dalam sejumlah hal maupun
berbeda persepsi serta pandangan hidup adalah sebagian kecil dari banyak faktor
yang menyebabkan terjadinya perceraian. Memilih untuk bercerai, berarti akan
dihadapkan pada masalah baru, salah satunya adalah mengenai sengketa hak asuh
atas anak yang dihasilkan didalam perkawinan.
Penulis menguraikannya dalam bentuk skripsi dengan judul
”SENGKETA HAK ASUH (HADLONAH) ANAK KANDUNG DAN ANAK
ANGKAT AKIBAT PERCERAIAN(KAJIAN PUTUSAN PTA Surabaya
No:140/Pdt.G/2008/PTA.Sby)”. Rumusan masalah dalam skripsi ini meliputi
3(tiga) hal, pertama siapa yang berhak mendapatkan Hak Asuh Anak Kandung
dan Anak Angkat akibat Perceraian. Kedua apa alasan Yuridis mengajukan
permohonan penetapan Hak Asuh Anak oleh Ibu . Ketiga apa pertimbangan
Hukum Hakim Judex Factie dalam Perkara Perdata Sengketa Hak Asuh Anak No:
140/Pdt.G/2008/PTA.Sby.
Tujuan dari penulisan skripsi ini meliputi untuk mengetahui dan mengkaji
siapa yang berhak mendapatkan hak asuh (hadlonah) anak kandung dan anak
angkat terhadap perkawinan yang putus karena perceraian; untuk mengetahui dan
mengkaji alasan Yuridis mengajukan Permohonan Penetapan hak asuh anak oleh
Ibu; dan untuk mengetahui dan mengkaji pertimbangan Hukum Hakim Judex
Factie dalam Perkara Perdata No: 140/Pdt.G/2008/PTA.Sby Hak Asuh Anak ada
pada Ibu.
Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan Undang-undang
(statute approach) dan pendekatan kasus (case approach).
Kesimpulan yang dapat ditulis dari penulisan skripsi ini ialah pertama seorang
Ibu adalah pihak yang berhak mengasuh, mendidik dan merawat anak-anaknya selama mereka belum mumayyiz, dengan ketentuan bahwa sang ayah juga wajib
ikut berperan serta mengawasi dan mendidik anak-anaknya walaupun hak asuh
tidak diserahkan padanya; kedua alasan yuridis yang dipakai sebagai dasar untuk
mengajukan gugatan hak asuh anak ialah bahwa penggugat sebagai pihak ibu
berhak untuk mendapatkan kekuasaan mengasuh kedua anaknya dikarenakan
kedua anak tersebut belum mumayyiz , alasan permohonan penetapan tersebut
didasarkan pada pasal 105 Kompilasi Hukum Islam, bahwa dalam hal terjadinya
perceraian pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12
tahun adalah hak ibunya; pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan
kepada anak untuk memilih diantara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak
pemeliharaannya; dan ketiga pertimbangan hukum Hakim Judex Factie terkait
dengan sengketa hak asuh (hadhonah) anak kandung dan anak angkat oleh
penggugat dan tergugat yang diajukan dalam format permohonan banding pada
Pengadilan Tinggi Agama dalam putusan perkara
Nomor:140/Pdt.G/2008/PTA.Sby. dengan mengacu pada pasal 105 Kompilasi
Hukum Islam bahwa hak asuh terhadap anak yang masih mumayyiz jatuh ditangan
ibunya selaku penggugat, serta pasal 45 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 tahun
1974 tentang Perkawinan bahwa kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik
anak-anak mereka sebaik-baiknya.
Adapun saran yang penulis sumbangkan adalah sebagai berikut: pertama
Sebaiknya hak asuh/ hadlonah anak-anak yang belum mumayyiz diserahkan
kepada ibunya karena wanita memiliki hal-hal yang dibutuhkan oleh anak kecil
seperti memberi kasih sayang, pelayanan, perhatian dan segala hal kecil yang
tidak mudah dikerjakan oleh laki-laki, kedua pihak Penggugat dan Tergugat harus
saling bekerja sama dalam mendidik dan merawat anak-anaknya tanpa perlu
berebut dan saling menguasai anak-anaknya untuk menjaga perkembangan mental
anak kedepannya, ketiga majelis Hakim Pengadilan Tinggi Agama sebaiknya
memberi kesempatan kepada pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan secara
musyawarah diluar Pengadilan, selanjutnya disarankan untuk dibawa masuk
dalam persidangan berikutnya. | en_US |