PELAKSANAAN PASAL 20 AYAT 2 INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS SEBAGAI BENTUK KEWAJIBAN NEGARA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK BERAGAMA DARI PRAKTIK UJARAN KEBENCIAN ATAS DASAR AGAMA DI INDONESIA
Abstract
Penelitian ini berangkat dari analisis atas prinsip non diskriminasi dalam
pelaksanaan kebebasan hak beragama sebagaimana Pasal 20 ayat (2) International
Covenant on Civil and Political Rights. Dalam norma ini terkandung prinsip non
diskriminasi yang menjadi kewajiban Negara dalam melindungi Hak Bergama
dari praktik ujaran kebencian atas dasar agama.
Upaya penyelesaian konflik umat beragama di Indonesia masih
berkonsentrasi pada hilir persoalan tetapi akar permasalahan dari timbulnya
konflik justeru sering kali diabaikan. Keberadaam eksklusifitas dan pandangan
konvensional masyarakat menciptakan kebencian atas dasar perbedaan pandangan
beragama. Kelompok mayoritas mendasarkan agama sebagai alat pembenar untuk
melakukan penyebaran kebencian terhadap kelompok-kelompok, individu, Negara
bahkan sebuah sistem. Ujaran kebencian atas dasar agama adalah hulu dari
persoalan konflik beragama dan praktik intoleransi di Indonesia.
Ada dua permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini. Pertama,
kesesuaian pengaturan hukum ujaran kebencian atas dasar agama di Indonesia
pada Pasal 156 KUHP terhadap Pasal 20 Ayat (2) ICCPR. Kedua, kewajiban
Negara dalam mengambil langkah untuk mengharmonisasikan pengaturan hukum
municipal terhadap hukum internasional terkait ujaran kebencian atas dasar
agama.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif (legal
research), yaitu penelitian mengenai penerapan norma-norma hukum positif
dengan mengkaji aturan hukum yang bersifat autoritatif. Pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan asas-asas hukum, pendekatan perundang-undangan,
pendekatan konseptual dan pendekatan analitis. Setelah seluruh bahan hukum
terkumpul kemudian dianalisis secara kualitatif. Melalui metode dan pendekatan
penelitian ini, hasil analisis merupakan sintesis yang menjawab permasalahan
yang telah dirumuskan sebelumnya.
Hasil penelitian ini terdiri atas 2 hal. Pertama, pasal 156 KUHP dan pasal
28 UU ITE telah mengatur mengenai larangan ujaran kebencian atas dasar agama.
Namun, ketentuan 156 KUHP dan pasal 28 UU ITE tetap memerlukan ketegasan
secara normatif mengenai makna hukum ujaran kebencian atas dasar agama yang
sesuai dengan ketentuan dalam pasal 20 ayat 2 ICCPR.
Kedua, berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam ICCPR, Negara wajib
untuk melakukan langkah-langkah legislative untuk mengharmonisaasikan
ketentuan larangan ujaran kebencian atas dasar agama di dalam Pasal 156 KUHP
dan pasal 28 UU ITE terhadap pasal 20 ayat 2. Penelitian ini menunjukkan bahwa
keberadaan pasal 156a KUHP merupakan salah satu ancaman dalam perlindungan
hak beragama dari praktik ujaran kebencian atas dasar agama sebagaimana diatur
dalam pasl 156 KUHP.
Rekomendasi dalam penelitian ini terdiri atas dua hal. Pertama, penegasan
prinsip non diskriminasi sebagai bagian dari penegakan hukum ujaran kebencian
atas dasar agama; penghapusan pasal 156a KUHP yang menjadi sebuah norma
yang a contrario terhadap pasal 156, semangat perlindungan kebebasan beragama
akan terpasung selama ketentuan pidana penistaan agama masih berlaku;
perbaikan pengaturan ujaran kebencian atas dasar agama pada pasal 156 KUHP
dan pasal 28 UU ITE melalui harmonisasi terhadap pasal 20 ayat (2) sesuai
dengan prinsip dan prosedur hukum internasional; penguatan pemahaman
mengenai pentingnya perlindungan hak asasi manusia oleh aparat sebagai
represantasi dari Negara.
Kedua, Pelibatan civil society dalam melakukan konsolidasi kelembagaan
masyarakat untuk mewujudkan kehidupan beragama yang sesuai dengan
konstitusi. Peran dari institusi-instuti keagamaan, lembaga swadaya masyarakat,
dan bahkan tokoh agama dalam memberikan pemahaman akan toleransi dalam
kehidupan beragama harus ditingkatkan.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]