dc.description.abstract | Penganiayaan adalah suatu perbuatan dengan sengaja menyebabkan
perasaan tidak enak, rasa sakit, atau luka, termasuk juga sengaja merusak
kesehatan orang lain sebagai tindak pidana yang diatur dalam Pasal 351 KUHP.
Pembuktian merupakan masalah yang memegang peranan penting dalam proses
pemeriksaan siding pengadilan. Terdakwa melalui pembuktian akan ditentukan
nasibnya bersalah atau tidak melakukan tindak pidana. Apabila kesalahan
terdakwa dapat dibuktikan dengan alat-alat bukti yang disebut dalam Pasal 184
KUHAP.Majelis hakim harus mempertimbangkan semua fakta-fakta dan alat-alat
bukti yang diperoleh dari pemeriksaan persidangan. Fakta-fakta tersebut diperoleh
dari sekurang-kurangnya 2(dua) alat bukti sehingga mendapatkan suatu keyakinan
hakim, hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 183 KUHAP.dan akan dijatuhi
hukuman.Kasus yang menarik untuk dikaji, yaitu kasus dalam Putusan Pengadilan
Negeri Banyuwangi Nomor 643/Pid.BA/2012/PN.Bwi.Permasalahan dalam
skripsi ini yaitu: (1) Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam
menjatuhkan putusan bebas nomor:643/Pid.BA/2012/PN.Bwi sudah sesuai
dengan fakta-fakta yang terungkap di persidangan dan (2) Bagaimanakah
kekuatan pembuktian keterangan saksi apabila terdapat keterangan saksi yang
berlawanan dalam putusan nomor:643/Pid.BA/2012/PN.Bwi.
Tujuan dari penelitian hukum ini adalah untuk mengetahui kesesuaian
antaradasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan bebas terhadap
terdakwa dengan fakta-fakta yang terungkap di persidangan dan untuk
menganalisis kekuatan pembuktian keterangan saksi apabila terdapat keterangan
saksi yang berlawanan dalam putusan nomor : 643/Pid.BA/2012/PN.Bwi.Guna
mendukung tulisan tersebut menjadi sebuah karya tulis ilmiah yang dapat
dipertanggungjawabkan, maka metode penelitian dalam penulisan skripsi ini
menggunakan pendekatan undang-undang (statuteapproach).
Kesimpulan penelitian yang diperoleh yaitu: pertama, Pertimbangan
hakim yang menyatakan terdakwa tidak terbukti bersalah melakukan tindak
pidana penganiayaan adalah tidak sesuai jika dikaitkan dengan fakta yang terungkap di persidangan. Dalam pertimbangannya Hakim mengesampingkan alat
bukti berupa surat Visum Et Repertum karena tidak memperoleh keyakinan atas
tindak pidana penganiayaan yang dilakukan oleh Terdakwa terhadap saksi korban
dan mengacu pada tidak adanya kesesuaian keterangan yang diberikan oleh saksi
Saimah, saksi Siyati AL.Maklis dan saksi Yusuf dengan keterangan saksi
Suryanto, saksi Edi Kusnandar dan keterangan terdakwa. Apabila Visum Et
Repertum digunakan sebagai alat bukti dalam pembuktian kasus ini, maka akan
terbukti terdakwa melakukan tindak pidana penganiayaan sebagaimana dalam
dakwaan Jaksa Penuntut Umum yaitu Pasal 351 Ayat (1) KUHP.Kedua, Kekuatan
pembuktian keterangan saksi apabila terdapat keterangan saksi yang berlawanan
dalam putusan nomor 643/Pid.BA/2012/PN.Bwi berdasarkan kesesuaian antara
alat-alat bukti, dapat terlihat alat-alat bukti mana saja yang seharusnya digunakan
dalam pertimbangan pengambilan keputusan. Dilihat dari urutannya, sesuai
dengan Pasal 160 ayat (1) b KUHAP sudah semestinya saksi korbanlah yang
pertama didengarkan keterangannya, dengan kata lain kedudukan saksi korban
adalah utama dalam pembuktian melalui pemeriksaan saksi-saksi.Selanjutnya dari
alat bukti Visum et Repertum yang memberikan keterangan bahwa korban
menderita luka lebam yang disebabkan oleh disebabkan oleh benturan benda keras
dapat dijadikan tolak ukur kebenaran isi dari kesaksian korban, maka dari itu
keterangan dari saksi korban memiliki kekuatan pembuktian.Saran yang penulis
berikan yaitu: pertama, Hakim seharusnya dalam menjatuhkan putusan terhadap
pelaku tindak pidana benar-benar memperhatikan semua fakta hukum dalam
proses pembuktian di persidangan dengan menggunakan alat bukti yang terdapat
dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP.Kedua, Hakim seharusnya lebih mendengarkan
dan mengutamakan keterangan dari keterangan saksi korban. Hakim tidak boleh
menerima keterangan saksi yang merupakan masih satu keluarga. | en_US |