dc.description.abstract | Awalnya pengertian tentang perbuatan melawan hukum terbatas pada
perbuatan yang melanggar peraturan tertulis saja yaitu Undang-Undang. Namun
sejak dikeluarkannya Putusan Mahkamah Agung di negeri Belanda tahun 1919
maka didapatlah pengertian konkrit mengenai perbuatan melawan hukum, yaitu
perbuatan yang tidak hanya melanggar peraturan tertulis saja yaitu Undang-
Undang, tetapi juga pelanggaran terhadap kesusilaan atau kepantasan dalam
pergaulan hidup bermasyarakat. Pengaturan tentang perbuatan melawan hukum
terdapat dalam Pasal 1365 KUHPerdata yang mensyaratkan kepada pelaku
perbuatan melawan hukum untuk mengganti kerugian yang timbul akibat dari
perbuatannya. Salah satu unsur agar suatu perbuatan itu dapat dikatakan sebagai
perbuatan melawan hukum adalah adanya unsur kesalahan dari pihak pelaku yang
mana kesalahan dapat dikarenakan dari kesengajaan atau kelalaian. Kasus
kecelakaan yang diangkat dalam skripsi ini adalah kasus kecelakaan yang
disebabkan karena kelalaian sopir bus itu sendiri. Hasil olah TKP menyimpulkan
bahwa sopir bus “Sang Engon” itu mengemudikan bus yang mengangkut
rombongan pengajian dari Bojonegoro menuju Pekalongan dalam keadaan lelah
yang berimbas pada kurangnya konsentrasi dan keseimbangan pada kemudi.
Kelalaian dari pihak Perusahaan Otobus juga ikut mendukung terjadinya
kecelakaan ini, yaitu dengan tidak menyediakan sopir pengganti seperti ketentuan
yang sudah ditetapkan dalam Pasal 90 ayat (1) Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan, bahwa
setiap perusahaan angkutan umum wajib memberlakukan pergantian pengemudi,
ditambah lagi Perusahaan Otobus tersebut tetap bersedia menyewakan armada
busnya walaupun ada kelebihan muatan.
Rumusan Masalah yang dikemukakan dalam skripsi ini adalah: Pertama
mengenai apakah kecelakaan yang disebabkan oleh kelalaian sopir termasuk
dalam kategori perbuatan melawan hukum?; Kedua bagaimana bentuk
pertanggung jawaban Perusahaan Otobus “Sang Engon” dan sopir bus sebagai
pengangkut atas kerugian yang timbul dari kecelakaan yang diakibatkan karena
kelalaian sopir bus?
Tujuan penulisan skripsi ini ada 2 (dua), yaitu mengetahui dan memahami
perbuatan melawan hukum yang terjadi dalam hal kecelakaan bus yang
disebabkan oleh kelalaian sopir dan mengetahui dan memahami bentuk tanggung
jawab yang dapat diberikan kepada korban akibat dari sebuah kecelakaan. Metode
penulisan skripsi ini menggunakan tipe penelitian yuridis normatif dengan
pendekatan perundang-undangan. Adapun bahan hukum yang digunakan meliputi
bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer meliputi
peraturan perundang-undangan yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, dan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan, bahan hukum
sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan
dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks,
kamus-kamus hukum, dan jurnal-jurnal hukum Kesimpulan yang dapat ditarik dari pembahasan dalam skripsi ini adalah
kecelakaan yang terjadi akibat kelalaian sopir dapat dikategorikan sebagai
perbuatan melawan hukum. Contoh kasus kecelakaan yang dapat dikategorikan
sebagai perbuatan melawan hukum karena faktor kelalaian adalah sebuah
kecelakaan yang menimpa bus “Sang Engon” yang mengangkut rombongan
pengajian dari Bojonegoro menuju Pekalongan. Meskipun bukan merupakan
penyebab utama, namun kelalaian Perusahaan Otobus yang tetap menyewakan
armada busnya walaupun ada kelebihan muatan dalam hal ini juga menjadi faktor
terjadinya kecelakaan. Bentuk tanggung jawab yang harus dilakukan yaitu
mengganti kerugian berupa kewajiban menanggung biaya pengobatan dan
kewajiban membantu ahli waris korban berupa biaya pemakaman tanpa
menghilangkan tuntutan perkara pidananya seperti ketentuan Pasal 235 ayat (1)
dan ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang
Lalu Lintas Angkutan Jalan dan didasarkan pada ajaran Teori Corporate Liability
maka Perusahaan Otobus wajib bertanggung jawab sepenuhnya kepada korban
dan ahli waris korban. Namun untuk mengurangi resiko kerugian yang akan
dialami oleh Perusahaan Otobus, maka antara Perusahaan Otobus dengan sopir
dapat membuat perjanjian pribadi terlebih dahulu untuk membagi tanggung
jawabnya.
Saran pertama ditujukan kepada sopir bus sebagai pengangkut, hendaknya
lebih peduli terhadap keselamatan para penumpangnya. Hal tersebut dapat
dilakukan dengan tindakan berupa beristirahat apabila merasa kelelahan. Saran
kedua ditujukan kepada Perusahaan Otobus, hendaknya lebih tegas dalam
menerapkan ketentuan mengenai pergantian pengemudi dan lebih memperhatikan
ketentuan Undang-Undang dalam hal pemenuhan standar pelayanan minimal.
Selain untuk alasan kenyamanan, kelebihan muatan dalam proses pengangkutan
dapat menimbulkan terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan. | en_US |