KEKUATAN HUKUM PEJANJIAN JUAL-BELI DIBAWAH TANGAN ATAS TANAH HAK YASAN (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 7 k / Pdt / 1991)
Abstract
Tanah erat sekali hubungannya dengan kehidupan manusia. Setiap orang tentu memerlukan tanah dalam kehidupannya. Apalagi dengan kemajuan ekonomi pada sekarang ini, maka makin bertambah banyak dilakukan perbuatan hukum yang menyangkut masalah tanah. Salah satu yang akan penulis bahas adalah mengenai jual beli hak milik atas tanah. Di dalam melakukan jual beli hak atas tanah diperlukan adanya jaminan kepastian hak atas tanah tersebut. Untuk memenuhi itulah UU No. 5 tahun 1960 tentang UUPA dalam pasal 19 ayat 1 memerintahkan kepada Pemerintah untuk mengadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah republik Indonesia.
Dalam kehidupan sehari-hari masih banyak jual-beli tanah yang dilaksanakan secara adat yaitu jual-beli yang dilaksanakan dengan cara dibawah tangan. Jual beli ini sering kali menimbulkan permasalahan didalam masyarakat karena kurangnya kepastian hukum atas jual beli tanah yang dilakukan oleh para pihak.
Permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini adalah mengenai prosedur pelaksanaan jual beli tanah menurut hukum adat dan menurut UU No. 5 tahun 1960 tentang Ketentuan Dasar Pokok-Pokok Agraria, serta bagaimana kekuatan hukum perjanjian jual-beli dibawah tangan.
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini ada dua yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum yang ingin dicapai adalah untuk memenuhi dan melengkapi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jember. Tujuan khusus yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui prosedur pelaksanaan jual-beli tanah menurut hukum adat dan menurut UU No. 5 tahun 1960 tentang Ketentuan Dasar Pokok-Pokok Agraria, dan untuk mengetahui kekuatan hukum perjanjian jual-beli dibawah tangan.
Data yang digunakan adalah sumber data sekunder, prosedur pengambilan data yang yang diutamakan adalah studi kepustakaan. Setelah data terkumpul, dilakukan analisa digunakan, maka kesimpulan yang tepat diambil berdasarkan fakta yang telah diuraikan dalam BAB II.
Perjanjian jual-beli secara dibawah tangan ini merupakan jual-beli yang dilaksanakan secara hukum adat yaitu perjanjian jual-beli yang dilakukan dihadapan kepala desa tidak dihadapan pejabat yang berwenang. Seperti yang dilakukan oleh R. Suroso dengan M. Bakir, Maslichan, dan Abd. Karim. Dalam perkara dipengadilan mereka (tergugat) dalam eksepsinya meminta supaya hakim memutuskan perjanjian yang terjadi antara R. Suroso dengan M. Bakir, Maslichan, dan Abd. Karim adalah tidak sah, karena dilakukan dengan cara dibawah tangan. Hakim dalam putusannya mengatakan bahwa gugatan para penggugat ditolak karena penggugat tidak dapat membuktikan kebenaran dalil gugatannya. Tetapi hakim dalam pertimbangan hukumnya menyatakan bahwa jual-beli tanah yang dilaksanakan oleh R. Suroso dengan M. Bakir, Maslichan, dan Abd. Karim adalah sah karena sudah dilakukan berdasarkan hukum adat yaitu jual beli dilakukan secara riil dan kontan, tinggal penyelesaian administratif.
Untuk menjamin kepastian hukum atas jual beli tanah sebaiknya para pihak yang melaksanakan jual-beli tanah tersebut melaksanakan jual-beli tanah berdasarkan hukum yang berlaku yaitu melaksanakan jual beli tanah dihadapan pejabat yang berwenang dalam hal ini PPAT supaya mempunyai kekuatan hukum yang kuat atas jual beli tanah yang mereka lakukan.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]