KONSEKUENSI YURIDIS GUGATAN REKONPENSI DALAM PERMOHONAN CERAI TALAK (Studi Kasus Perkara Perdata Putusan Nomor. 201 / Pdt.G / 1998 / Pa.Pas di Pengadilan Agama Pasuruan)
Abstract
Setiap pasangan suami-istri mendambakan sebuah keluarga yang bahagia dan sejahtera, tetapi tidak semua pasangan suami-istri mampu menciptakan suasana yang harmonis serta penuh kasih sayang dalam rumah tangganya. Percekcokan atau beda pendapat yang berkepanjangan seringkali terjadi sehingga banyak yang berakhir dengan perceraian sedangkan perceraian di mata Allah adalah perbuatan yang dihalalkan tetapi paling dibenci.
Perceraian merupakan suatu peristiwa putusnya ikatan perkawinan antara sepasang suami-istri dan setelah terjadinya perceraian antar suami-istri tersebut, mereka menjadi individu yang merdeka atau tidak terikat dalam sebuah ikatan perkawinan. Kondisi yang demikian akan menimbulkan sebab akibat atau hak dan kewajiban yang timbul setelah perceraian itu terjadi, seperti biaya pemeliharaan anak, tanggung-jawab pemberian nafkah, dan sebagainya.
Perceraian yang terjadi dalam rumah tangga dapat disebabkan oleh bermacam-macam alasan. Putusan Pengadilan Agama Pasuruan Perkara Nomor 201 / Pdt.G / 1998 / PA.Pas yang menjadi bahan dalam skripsi ini juga membahas tentang perceraian yaitu berkaitan dengan cerai talak. Perkara ini diawali dengan perkawinan antara Rofi'i bin Salam dengan Nur Rohmah binti lbrohim. Perkawinan tersebut menghasilkan seorang anak yang bernama Rokhmad Rokhim, tetapi dengan adanya anak tersebut keluarga mereka tidak bahagia dan berakhir dengan perceraian. Permasalahan yang muncul setelah peristiwa perceraian tersebut adalah status anak yang merupakan hasil perkawinan mereka.
Status anak yang lahir dalam perkawinan tersebut ternyata belum jelas, karena pemohon mengingkari keberadaan anak tersebut dengan mempertimbangkan jarak antara terakhir melakukan hubungan kelamin dengan kelahiran anak tersebut tidak relevan. Menurut Gatot Supramono dalam buku yang berjudul Hukum Pembuktian di Pengadilan Agama menyatakan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tidak mengatur mengenai pembuktian status anak, hakim mengambil dasar pemutusan perkara dari Kompilasi Hukum Islam serta Ilmu Fiqih, dan hakim memutuskan bahwa anak tersebut bukan anak sah pemohon. Termohon mengajukan akta kelahiran sebagai barang bukti dalam gugatan rekonpensi, namun akta kelahiran tersebut belum menjadi alat bukti yang lengkap. Akta kelahiran bukan merupakan alat bukti yang mutlak sehingga akta kelahiran sebagai alat bukti dapat diingkari apabila dapai dibuktikan sebaliknya. Perkembangan dari sidang pengadilan agama, termohon melakukan pengakuan secara diam-diam mengenai tuduhan tentang status anak tersebut yang menyebabkan tidak perlu dilaksanakan sumpah Li'an.
Konsekuensi yuridis putusan hakim berkenaan dengan hal keputusan hakim di lingkungan Peradilan Agama terhadap gugatan rekonpensi meliputi persoalan bentuk keputusan Peradilan Agama, ikatan batiniah hakim memutus perkara, keputusan berdasarkan alasan yang cukup, otentikasi, keputusan dan ketetapan yang dapat dijalankan terlebih dahulu. Putusan hakim mengenai perkara cerai talak pada kasus ini dapat dikategorikan sebagai putusan yang bersifat condemnatoir dan mempunyai kekuatan eksekutorial, karena bersifat menghukum para pihak. Oleh karena itu para pihak wajib mentaati dan melaksanakan secara sukarela terhadap isi putusan dan terikat secara hukum untuk melaksanakan hasil keputusan yang telah dijatuhkan hakim. Kelalaian dalam melaksanakan keputusan hakim tersebut mengakibatkan akibat hukum tersendiri bagi para pihak sesuai dengan ketentuan yang telah diitetapkan.
Konsekuensi yuridis lain ialah dengan dikabulkannya gugatan rekonpensi oleh hakim, maka perceraian dapat dilaksanakan saat itu juga karena apabila istri juga mengajukan perceraian atas suaminya, tidak perlu menunggu sampai batas enam bulan untuk pengucapan ikrar talak. Kenyataan ini juga menjadi perbedaan antara pengadilan negeri dan pengadilan agama, yaitu pengadilan negeri tidak memperbolehkan adanya permobonan dan gugatan yang sama dalam konpensi dan rekonpensi, sedangkan pengadilan agama memungkinkan terjadi permohonan dan gugatan yang sama dalam konpensi maupun rekonpensi karena akibat hukumnya berbeda.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]