dc.description.abstract | Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan Bahwa Kekuatan
hukum Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dapat dilihat dari 2
aspek yaitu kekuatan putusan itu sendiri dan kekuatan eksekutorialnya, Pada
dasarnya putusan majelis BPSK bersifat nonlitigasi, sehingga apabila ada pihak
yang keberatan atas putusan BPSK tersebut, mereka dapat mengajukan kepada
pengadilan negeri. Hal ini menunjukkan bahwa posisi proses hukum dan putusan
BPSK itu pada dasarnya nonyudisial. Putusan Majelis BPSK sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 54 ayat (3) UUPK dimintakan penetapan eksekusi kepada
Pengadilan Negeri di tempat konsumen dirugikan. Hal tersebut menunjukkan
bahwa putusan BPSK sifatnya adalah condemnatoir. Makna “upaya keberatan”
atas putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen merupakan upaya hukum
yang dapat dianalogikan sebagai upaya hukum banding, jangka waktu yang telah
ditetapkan selama 21 hari majelis hakim sudah harus memutus perkara tersebut
juga menunjukkan keberatan ini bukanlah suatu perkara layaknya perkara yang
baru didaftarkan, karena pendaftaran perkara baru hingga putusnya perkara
memakan waktu yang lama. Pengadilan Negeri menerima upaya keberatan atas
keputusan BPSK didasarkan atas 4 hal: para pihak dapa mengajukan keberatan ke
Pengadilan Negeri (pasal 58 Undang-undang perlindungan Konsumenen,
2) Hakim tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili suatu perkara,
sekalipun dengan dalih bahwa Hukum tidak ada atau kurang jelas. 3) Hakim harus
menunjukan sikap pro aktifnya sebagai pembentuk hukum melalui metode
interpretasi yuridis (rechtvinding) terhadap masalah yang di hadapinya. 4) Adanya
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Pengajuan
Keberatan Terhadap Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, dimana
pengadilan diberi kewenangan untuk memeriksa dan mengadili “upaya keberatan”
yang diajukan oleh pihak yang keberatan atas putusan BPSK. | en_US |