KEABSAHAN GADAI TANAH PERTANIAN (JUAL BALIN) YANG DILAKUKAN MENURUT HUKUM ADAT DI DESA BERCAK KECAMATAN CERMEE KABUPATEN BONDOWOSO
Abstract
Kesimpulan dari pembahasan skripsi ini adalah, Pertama, Gadai tanah
pertanian yang dilakukan oleh masyarakat di desa bercak kecamatan cermee
kabupaten bondowoso megalami perubahan nama yaitu menjadi transaksi jual balin,
serta terjadi perubahan atas jangka waktu gadai tanah yang pada awalnya dibatasi 7
tahun apabila gadai lebih dari waktu tersebut maka penjual gadai dapat memperoleh
tanahnya meskipun tanpa dilakukannya penebusan terlebih dahulu, akan tetapi
didalam jual balin tidak ada batasan waktu seperti halnya gadai menurut Pasal 7 ayat
1 Undang-undang Prp no 56 Tahun 1960, dalam jual balin jumlah uang tebusan sama
dengan jumlah awal harga tanah yang dijual balinkan berbeda dengan ketentuan
jumlah uang tebusan gadai tanah sebagaimana dalam Pasal 7 ayat 2 Undang-undang
Prp no 56 Tahun 1960. Kedua, Keabsahan antara di desa bercak dengan pendapat
para pakar hukum adat mempunyai kemiripan suatu perjanjian gadai tanah dianggap
sah apabila dilakukan secara terang, terang dalam artian dilakukan dihadapan
fungsionaris hukum, akan tetapi ada ketentuan lain yang mana perjanjian dianggap
sah apabila ada kata sepakat dari keduabelah pihak yang membuat perjanjian terlepas
diluar sepengetahuan perangkat desa dan kepala desa. dan juga keabsahan gadai tanah
yang dilakukan di desa Bercak unsurnya sama dengan syarat sahnya suatu perjanjian
yang ada dalam Pasal 1320 KUHPerdata yaitu: sepakat mereka yang mengikatkan
dirinya, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu hal tertentu, suatu sebab
yang halal. Ketiga, Pilihan penyelesaian sengketa gadai tanah di Desa Bercak lebih
memilih dilakukan menurut hukum adat daripada menurut jalur pengadilan.
Permasalan yang terjadi biasanya mengenai jangka waktu, yaitu penebusan yang
dilakukan oleh penjual gadai pada saat jangka waktunya belum berahir, pemecahan
masalah yang dilakukan biasanya melalui musyawarah dulu antara kedua belah pihak
tanpa adanya campur tangan dari pihak ketiga, jika cara tersebut tidak berhasil maka
dilakukan melalui proses mediasi yaitu dengan adanya bantuan dari pihak ketiga
(kepala desa atau perangkat desa) sebagai penengah untuk membantu mencarikan
solusi. Pemilihan penyelesaian sengketa secara adat ini agar dapat memelihara nilaixv
nilai yang ada dalam masyarakat, seperti halnya nilai kekeluargaan, gotong royong
dan toleransi sehingga dapat terjalinnya hubungan antara masyarakat yang harmoni.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]