dc.description.abstract | Kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan skripsi ini ialah pertama,
dalam perkara Persekongkolan Tender pengadaan Kapal Patroli kelas c program
kredit ekspor tahun anggaran 2005 di Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Kegiatan yang dilakukan oleh Terlapor I, Terlapor II dan Terlapor III dapat
dikategorikan sebagai persekongkolan tender. Adapun kerjasama yang dilakukan
Terlapor I dengan Terlapor II dan Terlapor III pada kasus Persekongkolan Tender
pengadaan Kapal Patroli kelas c program kredit ekspor tahun anggaran 2005 di
Kepolisian Negara Republik Indonesia, dapat digolongkan menjadi dua yaitu,
pertama, Persekongkolan Horizontal yang dilakukan oleh Terlapor II dengan cara
melakukan persaingan semu yang seakan-akan memfasilitasi Terlapor I. Kedua,
Persekongkolan Vertikal yang dilakukan oleh Terlapor I dan Terlapor III dengan
cara Terlapor I mengajukan harga penawaran harga yang tidak wajar yaitu Rp.
6.000.000.000,00 (enam milyar rupiah)/unit kapal dari harga hasil perhitungan
Saksi Ahli Bidang Perkapalan yaitu Rp. 4.000.000.000 (empat milyar rupiah)/unit
kapal, tetapi terlapor III justru memenangkan Terlapor I yang justru akan
merugikan negara. Kedua, Komisi Pengawas Persaingan Usaha belum tepat dalam
memutus dugaan pelanggaran tersebut dengan alasan dan pertimbanganpertimbangan
hukum yang berdasarkan fakta hukum dan perundang-undangan
yang terkait. Oleh karena itu, Putusan KPPU Nomor 42/KPPU-L/2010 dinilai
belum menerapkan asas keadilan dan pendekatan Rule Of Reason secara tepat dan
cermat. | en_US |