dc.description.abstract | Kesimpulan penelitian yang diperoleh adalah, Pertama : Pertimbangan hakim
menjatuhkan pidana dalam Putusan Nomor 205/Pid.Sus/2013/PN.SPG dikaitkan tidak
sesuai dengan ancaman pidana minimum pada ketentuan Pasal 82 Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dalam hal ini ancaman hukuman
pidana dalam Pasal 82 adalah : pidana paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling
singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp.300.000.000,- (Tiga Ratus Juta
Rupiah) dan paling sedikit Rp.60.000.000,- (Enam Puluh Juta Rupiah). Dalam hal ini
putusan yang diberikan oleh hakim dibawah ancaman hukuman pidana minimum dari
tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa. Kedua, Tujuan pemidanaan dan
penjatuhan pidana sangat erat kaitannya karena penjatuhan pidana terhadap seseorang
tidak dapat dilepaskan dari tujuan pemidanaan tersebut. Putusan Pengadilan Negeri
Sampang Nomor 205/Pid.Sus/2013/PN.SPG. tidak sesuai dengan tujuan pemidanaan
dalam Undang Undang Perlindungan Anak, karena tidak memperhatikan dengan
seksama ketentuan Pasal 82 Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak dan hanya menjatuhkan putusan di bawah ancaman pidana
minimal. Dengan demikian putusan hakim bertentangan dengan jiwa dan ketentuan
dalam Undang-undang tentang Perlindungan Anak, karena hakim sama sekali tidak
mempertimbangkan keadaan korban sebagai kategori anak yang perlu mendapat
perlindungan. Dalam hal ini menurut hemat penulis hakim lebih melihat pada sesuatu
yang bersifat temporer artinya karena terdakwa telah meminta maaf pada keluarga
korban, terdakwa merasa menyesal, dan hasil visum et repertum dalam jangka panjang
hakim seharusnya lebih memikirkan dampak jangka panjang, karena dengan adanya
pencabulan tersebut membuat trauma terhadap korban, selain itu kemungkinan
terdakwa dalam melakukan perbuatan pencabulan yang lebih jauh atau lebih berat,
karena kejahatan terjadi bukan hanya ada karena ada niat dari pelaku namun juga
karena adanya kesempatan. | en_US |