KEDUDUKAN DAN TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG (BORG) TERHADAP DEBITUR DALAM KEPAILITAN (ANALISIS PUTUSAN NOMOR 158 K/PDT.SUS-PAILIT/2014)
Abstract
Dalam dunia bisnis di era modern ini tidak asing lagi adanya suatu perjanjian kredit dalam menjalankan suatu bisnis. Perjanjian kredit ini terjadi antara dua belah pihak yaitu kreditur dan debitur. Dalam perjanjian kredit seringkali mengisyaratkan adanya jaminan salah satunya berupa Penanggungan (Borgtocht). Penanggung ini akan bertanggung jawab terhadap pembayaran debitur. Namun kewajiban untuk membayar tetap berada pada tangan debitur. permasalahan timbul bagaimana bila terjadi wanprestasi. Apakah penanggung atau debitur yang dipailitkan. Dalam hal ini haruslah debitur terlebih dahulu dimintai pertanggung jawaban atas Utangnya karena sesuai perjanjian pokok. Hal ini sangat berbeda dengan Putusan Nomor 158 K/Pdt.Sus-Pailit/2014 yang mana pada putusan sebelumnya yaitu No. 38/pailit/2013/PN .Niaga.Sby. mempailitkan seorang penanggung sebagai pihak penjamin dari debitur. Padahal dalam hal ini harus debitur yang dimintai pertanggung jawaban atas perjanjian pokok antara kreditur dan debitur.
Berdasarkan hal tersebut maka Rumusan masalah yang akan dibahas adalah : (1) Bagaimana Hubungan Hukum antara Kreditur, Debitur dan Penanggung dalam Perjanjian kredit ?(2)Bagaimana Kedudukan dan Tanggung Jawab Penanggung terhadap debitur dalam Kepailitan? (3) apa Ratio Decidendi (pertimbangan hukum) hakim dalam Putusan Nomor 158 K/Pdt.Sus-Pailit/2014 yang membatalkan putusan Pengadilan Niaga Nomor 38/Pailit/2013/PN.Niaga.Sby.? Tujuan umum penulisan ini adalah : untuk memenuhi syarat-syarat dan tugas guna mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jember, menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum khususnya Ruang lingkup hukum perdata. Tujuan khusus dalam penulisan adalah untuk memahami dan mengetahui : (1) Hubungan Hukum antara Kreditur, Debitur dan Penanggung dalam Perjanjian (2) Kedudukan dan Tanggung Jawab Penanggung terhadap debitur dalam kepailitan(3) Ratio Decidendi (pertimbangan hukum) hakim dalam Putusan Nomor 158 K/Pdt.Sus-Pailit/2014 yang membatalkan putusan Pengadilan Niaga Nomor 38/Pailit/2013/PN.Niaga.Sby
Metode penelitian dalam penulisan skripsi ini menggunakan tipe penelitian yuridis normatif, artinya permasalahan yang diangkat, dibahas dan diuraikan dalam penelitian ini difokuskan dengan menerapkan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif. Pendekatan masalah menggunakan pendekatan undang-undang dan pendekatan konseptual, serta pendekatan kasus, dengan bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan bahan non hukum. Analisa bahan hukum skrispsi ini digunakan untuk menemukan dan menentukan jawaban atas suatu permasalahan hukum yang diangkat dalam skripsi ini, sehingga dapat memperoleh tujuan yang diharapkan dalam penulisan skripsi tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa terdapat hubungan hukum antara pihak- pihak dalam perjanjian kredit yaitu antara Kreditur, Debitur dan penanggung . Hubungan tersebut berupa hubungan Kontraktual yang dituangkan dalam suatu perjanjian dan hubungan bisnis antara debitur dan penanggung. Selanjutnya dari hubungan tersebut ketika terjadi wanprestasi maka yang perlu dibahas adalah mengenai kedudukan penanggung itu sendiri yaitu sebagai pihak ketiga dari perjanjian pokok sehingga berbeda dengan debitur. Tanggung jawab dari penanggung sendiri yaitu bertanggung jawab atas pembayaran utang yang dilakukan oleh debitur terhadap kreditur. Sehingga yang harus membayarkan hutang dan ditagih ketika terjadi wanprestasi adalah seorang debitur yang melakukan perjanjian pokok dengan kreditur dalam perjanjian kredit sebelumnya. Bukan langsung pada penanggung yang jelas- jelas sebagai pihak ketiga seperti pada kasus putusan Nomor 158/Pdt.Sus-Pailit/2014 . Putusan tersebut sudah sesuai dengan UU Kepailitan berbeda dengan Putusan sebelumnya yang nyata-nyata tidak sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) mengenai syarat kepailitan yaitu Debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, Selain itu hal ini sesuai dengan Pasal 1 UU Kepailitan mengenai pengertian kepailitan bahwa kepailitan merupakan sita umum atas kekayaan debitur pailit. Sehingga yang menjadi subyek dalam hal ini adalah debitur bukan penanggung.
Saran yang dapat diberikan bahwa, Hendaknya debitur sebagai pihak yang berhutang dapat melunasi hutang terhadap kreditur sebelum jatuh tempo dan debitur hendaknya mengadakan perjanjian dengan penanggung secara tertulis sehingga dapat dengan jelas mengenai hak dan kewajiban masing-masing.Hendaknya kreditur dalam menagih hutang harusnya ditujukan pada debitur terlebih dahulu. Setelah debitur tidak dapat melunasi kemudian ditujukan penanggung sebagai pihak ketiga.Hendaknya penanggung sebagai pihak ketiga mengingatkan debitur atas hutangnya sebelum adanya jatuh tempo. Sehingga kewajiban atas pembayaran utang debitur dapat dipenuhi oleh debitur itu sendiri tanpa melibatkan penanggung.Hendaknya pemerintah khususnya sebagai pembuat Undang-undang dapat membentuk rancangan Undang-undang baru yang mengatur lebih jelas mengenai Penanggungan. Karena didalam KUHPerdata dirasa kurang mencakup seluruh aspek dan permasalahan yang timbul.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]