Pengaruh Penambahan Asam Tartrat Terhadap Penetrasi Perkutan Gel Kafein Secara In Vitro
Abstract
Selulit merupakan kondisi metabolisme lemak yang terjadi pada
jaringan subkutan dan jaringan ikat dengan tampilan visual yang khas pada
kulit seperti kulit jeruk (Barel, 2006). Selulit disebabkan oleh pembengkakan
pada jaringan adiposit dengan meningkatkan penyimpanan lemak yang
mengakibatkan obstruksi pada pembuluh darah dan aliran limfatik (Rawlings,
2006). Selulit sebagian besar terjadi pada wanita, karena wanita memiliki
lobulus lemak lebih besar dan lebih persegi panjang, sehingga distribusi lemak
pada jaringan subkutan lebih banyak (Barel, 2006). Selulit hanya timbul di
daerah-daerah tertentu, seperti pada bagian perut, pantat, paha dan lutut (Rona
et al., 2006).
Pengobatan antiselulit dapat dilakukan dengan pengobatan secara
topikal. Bahan aktif yang sering digunakan sebagai produk anti selulit adalah
golongan metilxantin seperti kafein, aminofilin, atau teofilin. Golongan
metilxantin yang paling banyak digunakan dan paling aman adalah kafein,
biasanya digunakan pada konsentrasi 1% sampai 2%. Pada konsentrasi tersebut
kafein dapat terpenetrasi ke dalam kulit (stratum korneum) dengan baik dan
dapat terabsorbsi dengan cepat sehingga menyebabkan efek yang cepat pula.
Mekanisme kerja kafein adalah dengan memperlambat proses pembentukan sel
lemak (lipogenesis) dan mempercepat proses penghancuran lemak (lipolisis)
melalui penghambatan enzim fosfodiesterase yang menghidrolisis cAMP
(Hexsel et al., 2006b).
Sediaan antiselulit yang banyak digunakan adalah sediaan topikal
transdermal, karena sediaan ini lebih aman dan lebih efektif (Damayanti dan
Yuwono, 2013). Sediaan topikal yang banyak digunakan adalah bentuk gel.
Gel kafein dengan basis HPMC ditambah dengan asam tartrat sebagai
penetration enhancer untuk meningkatkan laju penetrasi perkutan secara in
vitro. Sediaan ini dirancang 4 formula dengan berbagai konsentrasi asam tartrat
0; 0,25; 0,5; dan 0,75% untuk mengetahui pengaruh penambahan asam tartrat
terhadap laju penetrasi perkutan gel kafein dengan menggunakan membran
kulit tikus.
Sediaan gel yang telah dihasilkan dilakukan pengujian meliputi evaluasi
sediaan (pengujian organoleptis, pH, viskositas, sifat alir, daya sebar,
homogenitas) dan pengujian laju penetrasi. Berdasarkan evaluasi sediaan gel
yang telah dilakukan, semua formula sudah memenuhi persyaratan pengujian
dan dapat disimpulkan bahwa penambahan asam tartrat pada formula dapat
mempengaruhi nilai pH, viskositas, daya sebar, dan laju penetrasi.
Uji penetrasi keempat formula dilakukan menggunakan alat Dissolution
Tester pada suhu 37o ± 0,5o C dengan kecepatan putar 50 rpm. Pengujian ini
dilakukan selama 8 jam menggunakan membran kulit tikus. Pengambilan
sampel dilakukan pada menit-menit yang telah ditentukan dan hasil
pengambilan ini kemudian diukur serapannya pada panjang gelombang 273 nm
menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Hasil serapan tersebut kemudian
digunakan untuk menghitung laju penetrasi kafein (fluks).
Hasil pengujian penetrasi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa
laju penetrasi gel kafein yang mengandung asam tartrat 0%; 0,25%; 0,5%; dan
0,75% dengan nilai fluks masing-masing adalah 2,972 μg/cm2 menit; 6,970
μg/cm2 menit; 7,873 μg/cm2 menit; dan 10,523 μg/cm2 menit. Hasil uji statistik
menggunakan uji Kruskal-Wallis yang dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney
menunjukkan bahwa semua formula gel berbeda signifikan, sehingga dapat
disimpulkan bahwa nilai fluks F4 > F3 > F2 > F1.
Collections
- UT-Faculty of Pharmacy [1469]