ANALISIS YURIDIS PEMBATASAN PEMBERIAN KREDIT PERBANKAN PADA SEKTOR PERTAMBANGAN NASIONAL
Abstract
Sektor pertambangan merupakan sektor yang strategis karena Indonesia
memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah. Kegiatan yang dilakukan
dimulai dengan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang terkadang dilakukan
sampai puluhan tahun. Hal tersebut menyebabkan sektor pertambangan merupakan
sektor yang membutuhkan modal besar untuk menjalankan kegiatan tersebut.
Modal tersebut dapat diperoleh melalui pengajuan kredit kepada bank. Pemberian
kredit yang dilakukan oleh perbankan di Indonesia akan dianalisis dengan
menggunakan mekanisme yang telah ditentukan. Praktikya pihak perbankan tidak
selalu memberikan kredit pada sektor pertambangan karena dinilai risiko yang
dihadapi perbankan akan tinggi. Selain itu juga dikarenakan harga komoditi batu
bara yang sedang menurun. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan mengacu pada
kebijakana Bank Indonesia, menghimbau kepada perbankan untuk melakukan
pembatasan pemberian kredit, terutama dalam pemberian kredit terhadap sektor
pertambangan dengan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK). Selain itu,
kelesuan yang terjadi di sektor pertambangan karena Pemerintah mengeluarkan
ekspor hasil tambang yang menurun. Penurunan tersebut, akibat dari kebijakan
Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah nomor 1 tahun 2014, yang
merupakan tindak lanjut dan peraturan pelaksanaan Undang-Undang nomor 4 tahun
2009 tentang Mineral dan Batu bara. Tujuan dari dikeluarkannya Peraturan
Pemerintah dan Peraturan Bank Indonesia (PBI) untuk meminimalisir dampak
kredit macet pada sektor Pertambangan. Dampak tersebut mengakibatkan sektor
pertambangan akan semakin dimonopoli oleh investor asing. Karena investor lokal
kalah bersaing dalam hal permodalan dengan investor asing.
Berdasarkan latar belakang tersebut penulis membahas uda permasalahan
sebagai berikut: 1) Bagaimanakah pengaturan pembatasan pemberian kredit
disektor pertambangan?; 2) Bagaimana akibat adanya pembatasan pemberian kredit
terhadap investasi disektor pertambangan di Indonesia?.
Tujuan penulisan skripsi ini terbagi menjadi 2 (dua) yaitu tujuan umum
dan tujuan khusus. Metode yang digunakan untuk membahsa permasalahan yang
ada dalam skripsi ini dengan menggunakan metode yuridis normatif (Legal
Research). Bahan hukum yang digunakan dalam skripsi ini adalah bahan hukum
primer dan bahan hukum sekunder, kemudian dilanjutkan dengan analisis bahan
hukum yang digunakan.
Kesimpulan dari pembahasan yang telah dijelaskan bahwa 1). sejak harga
komoditas batu bara menurun, sehingga OJK menghimbau kepada pihak perbankan
untuk membatasi pemberian kredit terhadap sektor pertambangan. OJK yang
menilai bahwa sektor pertambangan memiliki risiko yang sangat. Himbauan
tersebut dilakukan terhadap OJK karena Bank Indonesia telah mengeluarkan
Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/13/PBI/2006 tentang Perubahan Atas Peraturan
Bank Indonesia Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit
xiii
Bank Umum (BMPK). Selain itu, jika perbankan melakukan pemberian kredit
maka terdapat beberapa hal yang harus dianalisis oleh pihak Bank, dengan
menggunakan analisis 5C, 5P dan 3R. 2). Kondisi investasi Indonesia yang belum
menentu, sehingga mengalami perlambatan, dikarenakan terdapat perlambatan
dalam investasi tetap. Investasi tetap yaitu turunnya kondisi perdagangan dan lebih
ketatnya kondisi pembiayaan luar negeri. Sementara Penanaman Modal Asing
Langsung (foreign direct invesment/FDI) merupakan sumber pembiayaan investasi
yang masih tetap kuat sejauh ini, laju pertumbuhan aliran masuk FDI yang tercatat
pada beberapa tahun terakhir menunjukkan tanda-tanda mendatar. Pembatasan
pemberian kredit terhadap investasi pada sektor pertambangan di indonesia
berdampak menurunnya penerimaan pajak dan penerimaan non pajak dari sektor
sumber daya alam.
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka disarankan: (1). Modal yang ada
pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/13/PBI/2006 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/3/PBI/2005 Tentang Batas Maksimum
Pemberian Kredit Bank Umum ini kurang efektif jika diterapkan. Seharusnya dalam
Pasal 11 PBI tentang BMPK dilakukan perubahan dengan menambah quota tidak
hanya 30% (tiga puluh persen) namun bisa lebih besar untuk kelompok dan untuk
perseorangan lebih besar dari 10% (sepuluh persen) dari modal bank. Atau dengan
mentiadakannya aturan tersebut dan menggantinya dengan memperketat syaratsyarat
pemberian kredit dan pihak perbankan juga menambah analisis yang
dilakukan kepada peminjam dana. (2). Pemerintah harus lebih mengoptimalkan dan
memberikan kelonggaran untuk investor dalam negeri agar mau berinvestasi dalam
sektor pertambangan, sehingga dapat menambah lapangan pekerjaan, menambah
pendapatan daerah dan menambah pendapatan devisa negara.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]