dc.description.abstract | Hukum Islam memperbolehkan seseorang memberikan atau
menghadiaahkan sebagian atau seluruhnya harta kekayaan ketika masih hidup
kepada orang lain yang disebut “intervivos”. Pemberian semasa hidup itu lazim
dikenal dengan sebutan hibah. Pada hukum Islam hibah memiliki pengertian yaitu
suatu pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang
kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki. Apabila harta tersebut
merupakan harta bersama dalam perkawinan, maka para pihak yang tidak lain adalah
suami dan istriyang turut serta memiliki harta tersebut harus pula memiliki kehendak
untuk menghibahkan harta tersebut. Pemasalahan utama yang terjadi tentang hibah
yang bersumber dari harta bersama adalah apabila terdapat kehendak untuk
melakukan pencabutan hibah oleh salah satu pemberi hibah setelah terjadinya
perceraian diantara kedua pemberi hibah yang dulunya berstatus suami istri.
Rumusan Masalah yang dikemukakan dalam skripsi ini adalah: Pertama mengenai
pencabutan hibah yang bersumber dari harta bersama oleh salah satu pemberi hibah;
Kedua akibat hukum terhadap pencabutan hibah yang dilakukan oleh pemberi hibah.
Digunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) yaitu menelaah
semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang
ditangani dan Pendekatan konseptual (conceptual approach) beranjak dari
pandangan – pandangan dan doktrin – doktrin yang berkembang di dalam ilmu
hukum. Bahan hukum primer peraturan perundang-undangan berupa undangundang,
bahan hukum sekunder berupa buku-buku teks hukum yang terkait dengan
topik penelitian atau isu hukum yang ditangani, dengan cara kerja didukung oleh
metode preskripsi, yaitu apa yang seharusnya sehingga memberikan jawaban
terhadap permasalahan. Kemudian menarik suatu kesimpulan dengan menggunakan
metode deduktif yaitu permasalahan yang umum menjadi permasalahan khusus.
Tinjauan pustaka merupakan dasar yang digunakan penulis untuk menjawab
permasalahan. Tinjauan pustaka yang terdapat dalam skripsi ini meliputi: hibah, dan
harta perkawinan.
Pembahasan merupakan jawaban dari permasalahan yang terdiri dari 2 (dua)
subbab pembahasan, yaitu Pertama, pencabutan hibah yang bersumber dari harta
bersama oleh salah satu pemberi hibah yaitu orangtua penerima hibah. Dimana hibah
bersumber dari harta bersama yang dimiliki oleh pemberi hibah dan dilakukan atas
persetujuan bersama. Pada dasarnya, harta yang dihibahkan dalam peraturan harus
merupakan milik dari pemberi hibah. Hibah diberikan kepada penerima hibah yang
tidak lain adalah salah satu anak kandung dari pemberi hibah. Hibah diberikan
melebihi 1/3 dari jumlah harta yang ada sehingga bertentangan dengan hukum Islam.
Selanjutnya dalam hukum Islam, hibah yang sudah diberikan tidak diperkenankan
untuk dicabut kembali, kecuali hibah orangtua yang diberikan kepada anaknya
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 212 Kompilasi Hukum Islam. Pencabutan
hibah tersebut terbatas selama harta yang dihibahkan masih dalam penguasaan
penerima hibah. Pada Kompilasi Hukum Islam belum terdapat aturan apabila hanya
satu pemberi hibah yang memiliki kehendak mencabut hibah yang telah diberikan.
Fakta hukum menunjukan terdapat kasus dimana hibah yang bersumber dari harta bersama dilakukan pencabutan oleh salah satu pemberi hibah dikarenakan pemberi
hibah telah bercerai, dan fakta hukum lain menunjukan pencabutan dilakukan oleh
salah satu pemberi hibah karena salah satu pemberi hibah yang lain telah meninggal
dunia. Kedua, akibat hukum terhadap pencabutan hibah yang dilakukan oleh pemberi
hibah. Hibah timbul hubungan hukum antara pemberi hibah dan penerima hibah.
Hibah dalam hukum Islam dapat dilakukan baik secara tertulis maupun lisan.
Selanjutnya jika dikehendaki bukti – bukti yang cukup tentang terjadinya peralihan
hak milik, maka pemberian itu dapatlah dinyatakan dalam bentuk tulisan. Adanya
gugatan pencabutan hibah di pengadilan kemudian gugatan tersebut dikabulkan,
maka timbul akibat hukum terhadap objek hibah yaitu harta benda yang telah di
hibahkan.
Adapun kesimpulan dalam skripsi ini adalah Pertama, harta bersama dapat
dijadikan objek hibah selama hal tersebut dilakukan atas persetujuan kedua belah
pihak yaitu suami dan isteri yang memiliki harta bersama tersebut. Pencabutan hibah
yang dilakukan oleh orangtua kepada anak dapat dilakukan meskipun oleh satu pihak
pemberi hibah saja khususnya ayah. Pencabutan hibah dapat dilakukan dengan dasar
hadits Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam mengatakan:
“Tidak halal bagi seorang Muslim memberi sesuatu pemberian kemudian ia menarik
kembali pemberiannya itu, kecuali seorang ayah yang memintanya kembali
pemberian yang diberikan kepada anaknya”. Mengenai diperbolehkannya
pencabutan hibah oleh orangtua kepada anak juga di atur dalam Pasal 212 Kompilasi
Hukum Islam. Kedua, akibat hukum atas pencabutan hibah yang dilakukan oleh
pemberi hibah adalah bahwa harta benda yang menjadi objek hibah akan kembali
menjadi milik pemberi hibah. | en_US |