PEMBATALAN PERKAWINAN OLEH WALI NASAB KARENA WALI NIKAH YANG TIDAK SAH
Abstract
Perkawinan merupakan satu asas pokok hidup yang terutama dalam
pergaulan atau dalam masyarakat. Disamping itu perkawinan juga merupakan
pertalian yang seteguh-teguhnya dalam hidup dan kehidupan manusia, bukan saja
antara suami dan istri serta keturunan, bahkan antara dua keluarga. Di dalam
Kompilasi Hukum Islam disebutkan bahwa tujuan perkawinan ada untuk
membentuk rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah. Artinya
diharapkan manusia membentuk keluarga yang tenang dan tentram serta memiliki
banyak kasih sayang.
Calon suami-istri harus memenuhi rukun dan syarat perkawinan. Seperti
yang tercantum dalam Pasal 14-29 Kompilasi Hukum Islam. Dalam pasal-pasal
tersebut tercantum ketentuan perkawinan harus memenuhi rukun dan syarat
perkawinan. syarat dan rukun perkawinan salah satunya harus ada wali nikah.
Wali nikah merupakan wali yang berhak untuk menikahkan keturunannya. Wali
nikah disebutkan terdapat 2 macam yaitu wali nasab dan wali hakim. Wali nasab
merupakan wali nikah karena pertalian nasab atau pertalian darah dengan calon
mempelai perempuan atau orang-orang yang terdiri dari keluarga calon mempelai
perempuan yang berhak menjadi wali. Sedangkan wali hakim seseorang yang
karena kedudukannya berhak melakukan akad perkawinan. Wali Nikah ditunjuk
oleh Kantor Urusan Agama, yang diberi hak dan wewenang untuk bertindak
sebagai wali nikah. Wali hakim baru dapat bertindak apabila terdapat halangan
pada wali nasab untuk menikahkan keturunannya.
Sehingga dari penjelasan latar belakang dapat ditarik permasalahan yang
pertama apakah wali hakim berhak menikahkan masih ada wali nasab, yang kedua
bagaimanakan status perkawinan yang dilakukan dengan wali hakim meskipun
ada wali nasab, dan yang ketiga akibat hukum atas pembatalan perkawinan karena
wali nikah yang tidak sah.
Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum,
prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin guna menjawab isu hukum
prinsip-prinsip hukum yang dihadapi. Tipe penelitian yang digunakan dalam
penulisan skripsi ini adalah yuridis-normatif, yaitu penelitian yang difokuskan
untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif.
Penelitian ini dilakukan dengan cara mengkaji berbagai aturan hukum yang
bersifat formil seperti undang-undang, peraturan-peraturan serta literatur yang
berisi konsep-konsep teoritis yang dihubungkan dengan permasalahan yang
dibahas dalam penulisan skripsi ini.
Pengertian Pembatalan Perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan, pembatalan perkawinan adalah pembatalan
hubungan suami-istri sesudah dilangsungkan akad nikah. Perkawinan yang dapat
dibatalkan merupakan perkawinan yang dibatalkan oleh pihak-pihak yang merasa
dirugikan yang tercantum dalam Pasal 73 Kompilasi Hukum Islam.
xiv
Hasil dari pembahasan dalam skripsi ini adalah terkait dengan wali hakim
yang tidak berhak menikahkan apabila masih ada wali nasab, maka perkawinan
tersebut dapat dilakukan pembatalan. Pembatalan perkawinan menurut Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan adalah pembatalan hubungan
suami-istri sesudah dilangsungkan akad nikah. Suatu perkawinan dapat dibatalkan
apabila tidak memenuhi syarat-syarat pada Pasal 22-28 Undang-Undang Nomor 1
tahun 1974 tentang Perkawinan, berarti bahwa perkawinan itu batal karena tidak
terpenuhinya syarat-syarat yang dimaksud, namun jika perkawinan itu telah
terlanjur terlaksana, maka perkawinan itu dapat dibatalkan.
Kesimpulan dalam skripsi ini berisi tentang Perkawinan menggunakan
wali hakim adalah perkawinan yang wali nasabnya tidak dapat menikahkankan
karena sebab-sebab tertentu. Wali hakim dapat bertindak dalam perkawinan
apabila telah menerima surat penunjukan dari Kantor Urusan Agama yang
bersangkutan. Apabila masih ada wali nasab terdekat bagi calon mempelai
perempuan maka wali hakim tidak berhak menikahkan calon mempelai tersebut.
Seorang wali nasab dapat mengajukan pembatalan perkawinan terhadap
keturunannya. Pembatalan perkawinan memiliki Akibat hukum yaitu terhadap
anak, suami istri yang bersangkutan, status hukum kembali kesemula, serta Akibat
Hukum terhadap pihak ketiga
Saran yang diberikan penulis yaitu Selama suatu perkawinan wali
nasabnya masih ada dan sanggup untuk menjadi wali nikah maka tidak dibenarkan
wali lain untuk menjadi wali nikah dalam perkawinan tersebut. Apabila wali nasab
tidak bersedia menjadi wali nikah atau berhalangan seperti yag termuat dalam
pasal 73 Kompilasi Hukum Islam maka wali lain dapat menjadi wali nikah dalam
perkawinan tersebut dan Seorang wali yang hendak melakukan pembatalan
perkawinan harus memiliki alasan yang termuat dalam Pasal 71 Kompilasi
Hukum Islam dan diajukan permohonan pembatalan di pengadilan yang sesuai
dengan kantor urusan agama tempat perkawinan itu terdaftar.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]