Show simple item record

dc.contributor.advisorSugijono
dc.contributor.advisorWidiyanti, Ikarini Dani
dc.contributor.authorFIRMANSYAH, YANUAR ROZI
dc.date.accessioned2015-12-01T03:06:07Z
dc.date.available2015-12-01T03:06:07Z
dc.date.issued2015-12-01
dc.identifier.nim110710101108
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/65309
dc.description.abstractPenulisan skripsi ini pada dasarnya dilatarbelakangi oleh adanya ketidakpuasan pembagian warisan dalam mendapatkan harta kekayaan berdasarkan wasiat. Wasiat seringkali menimbulkan masalah yang sering kali muncul karena adanya salah satu ahli waris yang merasa tidak puas dengan pembagian warisan atau wasiat yang diterimanya. Wasiat di dalam pandangan hukum Islam mempunyai kedudukan yang penting dan selalu didahulukan pelaksanaannya, tidak menutup kemungkinan adanya masalah atau sengketa, baik dari pihak penerima wasiat sendiri maupun ahli waris dari si pemberi warisan. Salah satu kasus yang timbul dari adanya sengketa pemberian harta kekayaan berdasarkan wasiat kepada ahil waris yang di tinggalkan dari pewaris H. Ilyas Wahid bin Abdul Wahid , sehingga munculah sengketa pembatalan wasiat. Berdasarkan hal tersebut maka permasalahan yang hendak dikaji meliputi 3 (tiga) hal, yaitu : Bagaimana kedudukan surat wasiat dalam pemberian harta waris kepada ahli waris dalam sistem pembagian harta warisan menurut hukum waris Islam, Bagaimana keabsahan surat wasiat dalam pemberian harta waris kepada ahli waris, apabila nilai atas objek wasiat tersebut melebihi ketentuan yang ada dalam hukum waris Islam, dan apakah dasar pertimbangan hukum hakim dalam putusan nomor 0175/Pdt.G/2012/PA.Bn tentang pemberian harta waris dalam surat wasiat telah sesuai dengan ketentuan hukum waris Islam . Tujuan penulisan skripsi ini terbagi menjadi 2 (dua), yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Metode yang digunakan untuk membahas permasalahan dalam skripsi ini adalah yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan non hukum, kemudian dilanjutkan dengan analisa bahan hukum. Wasiat merupakan kehendak seseorang sebelum meninggal dengan cara menyatakan kehendaknya secara lisan atau secara tertulis untuk membagi harta peninggalannya. Berbeda dengan pembagian waris, pembagian waris secara tidak langsung dapat terlaksana ketika pewaris tersebut meninggal. Masyarakat pada umumnya dalam hal warisan, mereka baru pergi ke pengadilan ketika terjadi persengketaan diantara mereka sendiri (keluarga). Hal ini seperti dalam masalah sengketa wasiat antara Meri Agustin, S.H dan Amri Ilyas melawan Marti Zella atas objek sengketa sebidang tanah dan bangunan seluas 1200 m2. Pewasiat merupakan orang tua dari penggugat II dan penggugat I merupakan cucu dari pewasiat yaitu Almarhum Ilyas Wahid dan Almarhummah Unah. Selama perkawinan mereka memiliki 4 (empat) orang keturunan yaitu Fatmawati Ilyas, Amri Ilyas , Zaimah Ilyas dan Halimah Ilyas. Pada tanggal 19 Desember 1980 dalam keadaan sakit Ilyas Wahid membuat surat wasiat yang diketahui oleh seluruh ahli waris sekaligus penerima wasiat dihadapan para saksi, yaitu pemangku Pintu Batu Amad dan Pemangku Jitra Bustami. Surat wasiat tersebut didalamnya berisi tentang tiga poin yang pertama, Fatmawati Iljas dibagikan wasiat sekaligus warisnya. Kedua, tersebut, juga memberikan bagian wasiatnya untuk anak laki-lakinya Amri Ilyas, Meri Agustini sebagai Penerima Wasiat atas Hak Waris dari Almarhumah Halimah Ilyas atas sebidang tanah pekarangan yang xiii terletak di Jl. Kerapu No. 49 Kel. Berkas Kec. Teluk Segara Kota Bengkulu, dengan lebar depan dan lebar belakang adalah 20 M² dan panjang tanah ke belakang adalah 70 M² dengan luas tangah seluruhnya adalah 1.400 M², dan juga memberikan untuk bagian kepada Marti Zellah yang pada saat itu yang telah mendirikan rumah dengan berbatas belakang dengan sumur saat itu. Pada point ketiga Zaimah Ilyas dibagikan wasiat sekaligus warisnya. Kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan yang telah dilakukan bahwa kedudukan wasiat disini dalam hukum Islam tidak lantas menjadikan semacam manipulasi atau penerobosan hukum bagi penerapan hukum waris Islam. Dalam hukum waris Islam aturan tentang bagian-bagian mutlak bagi ahli waris ada kerena untuk menjamin hak-hak bagi ahli waris. Wasiat sendiri merupakan perluasan dari hukum waris Islam yang mengatur pembagian harta waris yang ditinggalkan pewaris kepada ahli waris yang terhalang ataupun tidak terhalang secara adil. Salah satu syarat wasiat adalah adanya sesuatu yang diwasiatkan (almusha bihi) adalah milik pewaris tanpa ada tersangkut hak sedikitpun dengan orang lain. Wasiat atas objek yang melebihi hak milik pewasiat tidak mebatalkan wasiat , namun hanya wasiat dapat dilaksanakan hanya seluas milik pewasiat saja. Berdasar pada pertimbangan Majelis Hakim telah mempertimbangkan adanya fakta-fakta yang dikemukakan oleh para pihak dan tentang hukum dari fakta-fakta tersebut melalui pembuktian yang pada point ke 2,3,4,5,6 pertimbangan hukum hakim telah sesuai dengan ketentuan dalam Kompilasi Hukum Islam mengenai wasiat. Namun pada point ke 7 dari pertimbangan hakim harus dihapuskan karena pada pertimbangan hakim bagian ke dua (2) menyebutkan wasiat tersebut sah, sehingga seharusnya hakim memutuskan untuk menghukum para penggugat dan tergugat untuk membagi objek perkara aquo tersebut sesuai dengan bagian-bagian yang tertera dalam surat wasiat. Saran penulis kepada para pihak bahwa pembagian harta berdasarkan wasiat, harus segera dilaksanakan setelah pewasiat meninggal agar tidak menjadi bibit masalah antar keluarga ataupun orang lain. Dan juga hakim tidak boleh memutus hal yang tidak diminta atau melebihi apa yang diminta para pihaken_US
dc.language.isoiden_US
dc.subjectSURAT WASIATen_US
dc.subjectAHLI WARISen_US
dc.titlePEMBERIAN HARTA KEKAYAAN BERDASARKAN SURAT WASIAT KEPADA AHLI WARIS (Studi Putusan Nomor 0175/Pdt.G/2012/PA.Bn)en_US
dc.typeUndergraduat Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record