PEMBATALAN PERKAWINAN OLEH SUAMI YANG TELAH MELEWATI BATAS WAKTU PENGAJUAN PEMBATALAN PERKAWINAN (STUDI PUTUSAN NOMOR 1299/PDT.G/2012/PENGADILAN AGAMA SITUBONDO)
Abstract
Definisi perkawinan pada Pasal 1 UU Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Yang berarti bahwa dalam suatu perkawinan hanya boleh ada satu orang laki-laki dan satu orang wanita didalamnya. Namun, seringkali dalam praktiknya terjadi tidak sesuai seperti pasal tersebut seperti contohnya kasus Poliandri. Poliandri merupakan jenis perkawinan yang diharamkan oleh Allah SWT, karena poliandri merupakan suatu perkawinan yang dilarang oleh agama karena selain didalam al-quran dan dalam hukum nasional pun poliandri tidak di akui. Pembatalan perkawinan karena poliandri akan menimbulkan suatu akibat hukum, selain perkawinan yang telah di jalani dianggap tidak pernah terjadi, juga berdampak pada status hukum terhadap anak yang lahirdari perkawinan tersebut. Pembatalan perkawinan dapat di ajukan apabila syarat sah dari perkawinan tersebut tidak terpenuhi oleh salah satu pihak sehingga dapat diajukannya suatu pembatalan perkawinan oleh salah satu pihak yang merasa kepentingannya dirugikan atas terjadinya perkawinan tersebut. Jangka waktu pengajuan pembatalan perkawinan adalah 6 bulan setelah perkawinan tersebut berlangsung. Berdasarkan latar belakang tersebut yang memunculkan permasalahan yaitu apakah seorang suami dapat mengajukan pembatalan perkawinan jika batas waktu pengajuan pembatalan perkawinan tersebut telah melewati jangka waktu pengajuannya. Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Hukum di Universitas Jember, merupakan salah satu bentuk penerapan ilmu yang telah diperoleh selama perkuliahan yang bersifat teoritis dengan praktik yang terjadi di masyarakat, memberikan kontribusi pemikiran yang diharapkan akan bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini yaitu tipe penelitian yang bersifat yuridis normatif. Pendekatan masalah yang digunakan penyusunan skripsi ini yaitu pendekatan undang-undang (statute approach). Sumber bahan hukum yang digunakan adalah sumber bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan non hukum.
Dalam skripsi ini yang pertama dibahas adalah pengajuan pembatalan perkawinan oleh suami yang telah melewati batas waktu pengajuan perkawinan. dalam pengajuan suatu pembatalan perkawinan mempunyai tenggang waktu pengajuan pembatalannya seperti yang telah dalam pasal 27 UU Perkawinan tentang tenggang waktu pengajuan pembatalan perkawinan, pengajuan pembatalan perkawinan boleh diajukan dalam waktu enam bulan setelah berlangsungnya perkawinan tersebut dan jika sampai lebih dari enam bulan masih hidup bersama sebagai suami-istri, maka hak untuk mengajukan permohonan pembatalan perkawinan dianggap gugur. Pembahasan kedua mengenai status hukum anak setelah terjadinya pembatalan perkawinan terhadap orangtuanya, tentang status anak yang lahir apakah anak tersebut masuk anak sah atau anak luar
xii
xiii
kawin terjadinya kesimpangsiuran karena terjadinya pembatalan perkawinan terhadap kedua orangtuanya.
Kesimpulan dari skripsi ini adalah bahwa seorang suami dapat melakukan pembatalan perkawinan sekalipun perkawinan tersebut telah berlangsung selama empat tahun perkawinan, tetapi jika salah satu pihak merasa sangat dirugikan maka tidak ada batas waktu pengajuan pembatan perkawinan dan putusan pembatalan perkawinan tidak berlaku surut untuk status hukum anak yang lahir dari perkawinan tersebut. Saran dari skripsi ini kepada para calon suami yang ingin mengawini calon istrinya sebaiknya pada saat memutuskan untuk memilih pasangan hidup akankah lebih baiknya mengenali terlebih dahulu seluk beluk keluarga dari calon pasangan yang akan di pilih tersebut, jangan memutuskan kawin cepat sebelum mengenal lebih dalam tentang calon pasangan tersebut. Kepada pemerintah sebaiknya mengeluarkan peraturan yang lebih tegas dan terperinci lagi untuk mengatur tentang status yuridis anak-anak yang lahir dari perkawinan sah kemudian perkawinan dari kedua orangtuanya di batalkan.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]