dc.description.abstract | Tindak pidana yang melibatkan anak sebagai pelaku tindak kejahatan
membawa fenomena tersendiri, mengingat anak adalah individu yang masih labil
emosinya dan belum cakap secara hukum, maka penanganan kasus kejahatan dengan
pelaku anak perlu mendapat perhatian khusus, dimulai dari hukum acara pidana yang
berlaku terhadap anak. Hukum acara pidana formil mengatur secara khusus kewajiban
dan hak yang diperoleh anak. Pada saat ini, banyak dijumpai anak-anak yang
melakukan perilaku yang menyimpang, salah satu diantaranya kejahatan terhadap
tubuh dalam bentuk penganiayaan yang dilakukan terhadap anak sebagaimana kajian
skripsi ini yaitu dalam Putusan Nomor 193/Pid.B/2012/PN.Dmk. Permasalahan dalam
skripsi ini meliputi : (1) apakah cara hakim menilai alat bukti dalam pembuktian turut
serta melakukan penganiayaan dalam perkara Nomor 193/Pid.B/ 2012/PN.Dmk
sudah sesuai dengan ketentuan pembuktian dalam KUHAP ? dan (2) apakah
pertimbangan hakim yang menyatakan bahwa terdakwa bersalah sudah sesuai dengan
fakta hukum yang terungkap dalam Putusan Nomor 193/Pid. B/2012/PN.Dmk ?
Tujuan penelitian hukum ini adalah untuk menganalisis kesesuaian cara hakim
menilai alat bukti dalam pembuktian turut serta melakukan penganiayaan dalam
perkara Nomor 193/Pid.B/2012/PN.Dmk dikaitkan dengan ketentuan pembuktian
dalam KUHAP dan pertimbangan hakim yang menyatakan bahwa terdakwa bersalah
dikaitkan dengan fakta yang terungkap di persidangan. Guna mendukung tulisan
tersebut menjadi sebuah karya tulis ilmiah yang dapat dipertanggung-jawabkan, maka
metode penelitian dalam penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan undangundang
(statute approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach).
Kesimpulan penelitian yang diperoleh adalah, Cara akim menilai alat bukti
dalam pembuktian turut serta melakukan penganiayaan dalam perkara Nomor
193/Pid.B/ 2012/PN.Dmk tidak sesuai dengan ketentuan pembuktian dalam KUHAP,
karena bukti yang lemah menyangkut keberadaan saksi 1 sampai 4 yang kesaksiannya
kurang kuat. Dalam hal ini patut untuk dipertanyakan kapasitasnya sebagai saksi
apakah ia mendengar atau melihat sendiri kejadian tersebut. Saksi merupakan alat
bukti yang sah karena mereka melihat, mendengar, dan mengalami sendiri suatu
keadaan yang berkaitan dengan adanya tindak pidana. Demikian halnya dengan alat bukti surat dalam hal ini visum et repertum Nomor 353/833/VI/2012 tanggal 10 Juli
2012 yang belum bisa membuktikan kesalahan terdakwa namun patut untuk
dipertimbangkan keterangan dari saksi ke-5 yaitu Ary Bagus Apriliana bin Ahmadi
dan keterangan terdakwa. Kedua, pertimbangan hakim dalam menyatakan terdakwa
bersalah adalah tidak sesuai dengan fakta yang terungkap dalam Putusan Nomor
193/Pid. B/2012/PN.Dmk. Fakta-fakta tersebut berdasarkan keterangan saksi-saksi,
dikaitkan dengan alat bukti yang lain yaitu visum et repertum berikut keterangan
terdakwa. Dalam hal ini pada kenyataannya sebagaimana terungkap dalam fakta
dalam Putusan Nomor 193/Pid. B/2012/PN.Dmk bahwa keterangan saksi dan visum et
repertum Nomor 353/833/VI/2012 belum bisa membuktikan kesalahan terdakwa.
Saran yang diberikan bahwa, hendaknya hakim dapat bertindak secara arif dan
bijaksana dalam menilai alat bukti dalam tindak pidana penganiayaan melalui
keyakinan dalam dirinya. Dengan adanya putusan hakim yang adil, tepat dan
bijaksana diharapkan diperoleh putusan yang baik menyangkut keadilan bagi pelaku
tindak pidana dengan memperoleh hukuman atau sanksi yang setimpal dengan
perbuatannya dan terhadap korban dapat diberikan rasa keadilan dan perlindungan
yang cukup memadai. Hendaknya setiap saksi di persidangan dilakukan dengan jujur
dibawah sumpah sehingga tidak menyebabkan terjadinya pernyataan bohong atau
palsu di persidangan yang dapat merugikan pihak lain di persidangan. Kembali kepada
peranan hakim hendaknya hakim dapat melakukan penilaian dengan objektif
menyangkut kebenaran terhadap isi kesaksian. | en_US |