Show simple item record

dc.contributor.advisorH. PURNOMO, S.H.
dc.contributor.advisorMULYONO, EDDY S.H., M.Hum.
dc.contributor.authorIMANSYAH, ADDY
dc.date.accessioned2015-10-30T07:32:41Z
dc.date.available2015-10-30T07:32:41Z
dc.date.issued2015-10-30
dc.identifier.nim010710101240
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/64266
dc.description.abstractKonflik di Nanggroe Aceh Darussalam antara Pemerintah lndonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka berlangsung mulai tahun 1978 atau sejak dideklarasikannya kelompok separatis tersebut pada tanggal 4 Desember 1978 oleh Dr. Teungku Muhamad Hasan Tiro. Latar belakang dari konflik disebabkan adanya ketidakadilan ekonomi. Pembagian yang di lakukan hanya mengeksploitasi sumber daya alam dan mengabaikan aspek sosiokultural masyarakat Nanggroe Acch Darussalam. Untuk mengantisipasi konflik kedua belah pihak terlibat dalam beberapa perundingan di antaranya, pada tanggal 12 Desember 2000 ditandatangani Nota Kesepahaman tentang Jeda Kemanusiaan di Jenewa, Swiss. Di tempat yang sama pula kedua belah pihak menanadatangani Kesepakatan Penghentian Permusuhan (The Cessation of Hostilities Agreement). Kemudian dengan difasilitasi oleh The Henry Dunant Centre (HDC) dan sejumlah negara donor serta Bank Dunia Pemerintah dan Gerakan Aceh Merdeka melakukan pertemuan di Tokyo pada tanggal 18 Mei 2003. Dari beberapa perundingan dan kesepakatan yang dilakukan, selalu mengalami hambatan terutama pada proses implementasi materi perjanjian. Pada Kesepakatan Penghentian Permusuhan dimana salah satu materinya menyebutkan masalah penggudangan senjata temyata pihak GAM tidak melakukannya sampai batas waktu yang telah ditentukan. Di samping itu, pihak militer terbukti melakukan beberapa pelanggaran HAM terhadap masyarakat sipil. Sampai kemudian di Nanggroe Aceh Darussalam terjadi gelombang tsunami pada tanggal 26 Agustus 2004 yang merenggut ribuan korban jiwa. Kondisi itu mengetuk hati para elit politik GAM dan Pemerintah Indonesia umuk membicarakan perundingan tentang perdamaian di Nanggroe Aceh Darussalam dan pemulihan keamanan pasca tsunami. Setelah melewati proses panjang akhimya perundingan yang difasilitasi oleh mantan Presiden Finlandia Martti Ahtisaari ketua Crisis Management lnitiative, kedua belah pihak menanda tangani Nota Kesepahaman pada tanggal 15 Agustus 2005 di Helsinki, Finlandia. Perjanjian ini merupakan sejarah baru bagi terciptanya perdamaian di Nanggroe Aceh Darussalam setelah hampir dilanda konflik selama kurang lebih dari 30 tahun.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.subjectNota Kesepahaman Helsinkien_US
dc.subjectKonflik
dc.subjectNanggroe Aceh Darussalam
dc.titleURGENSITAS PENANDATANGANAN NOTA KESEPAHAMAN HELSINKI ANTARA PEMERINTAH INDONESIA DENGAN GERAKAN ACEH MERDEKA DALAM MENYELESAIKAN KONFLIK DI NANGGROE ACEH DARUSSALAMen_US
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record