PENGARUH PERTEMPURAN DI BOGOWONTO (
Abstract
Pertempuran di tepi Sungai Bogowonto memiliki tiga keunikan. Keunikan
yang pertama adalah pasukan Susuhunan Kabanaran menggunakan strategi perang
Garuda Ngelayang. Keunikan yang kedua adalah pertempuran terjadi di tepi
sungai. Keunikan yang ketiga adalah pertempuran di tepi Sungai Bogowonto
dimenangkan oleh pihak pemberontak, yaitu Susuhunan Kabanaran.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah latar belakang terjadinya
pertempuran di Bogowonto, proses pertempuran di Bogowonto, dan dampak
pertempuran di Bogowonto bagi Susuhunan Kabanaran di bidang politik. Tujuan
dalam penelitian ini adalah memahami latar belakang terjadinya pertempuran di
Bogowonto, memahami hal-hal yang terjadi dalam Pertempuran di Bogowonto,
dan menganalisa dampak Pertempuran di Bogowonto bagi Susuhunan Kabanaran.
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk memahami latar belakang
terjadinya pertempuran di Bogowonto, untuk memahami hal-hal yang terjadi
dalam Pertempuran di Bogowonto, dan untuk menganalisa dampak Pertempuran
di Bogowonto bagi Susuhunan Kabanaran.
Manfaat dalam penelitian ini adalah :
vii
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
sejarah yang langkah-langkahnya adalah Heuristik, Kritik, Interpretasi, dan
Historiografi. Penulis menggunakan pendekatan sosiologi politik dan
menggunakan teori konflik dalam penelitian ini.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah latar belakang terjadinya
pertempuran di tepi Sungai Bogowonto yang di awali dengan Perjanjian Ponorogo
tahun 1743, pengingkaran janji Susuhunan Paku Buwono II terkait dengan
pemberian tanah lungguh terhadap Susuhunan Kabanaran, dan penyerangan
Benteng Kompeni di Ungaran. Proses pertempuran di tepi Sungai Bogowonto
berlangsung satu hari penuh. Pasukan Kerajaan Mataram dan Kompeni yang
dipimpin Mayor De Clerq terdesak ke arah tepian Sungai Bogowonto.
Pertempuran Bogowonto berakhir setelah Mayor De Clerq tewas. Dampak
pertempuran di tepi Sungai Bogowonto terhadap Susuhunan Kabanaran di bidang
politik adalah bertambahtingginya rasa percaya diri Susuhunan Kabanaran
terhadap kekuatan pasukannya, berpisahnya Susuhunan Kabanaran dengan Raden
Mas Said, dan terjadinya Perjanjian Giyanti pada tahun 1755.
Saran dalam penelitian ini pertama, bagi peneliti selanjutnya diharapkan
skripsi ini dapat dipergunakan sebagai referensi jika ingin meneliti tentang sejarah
Yogyakarta, Sultan Hamengkubuwono I, Sultan Paku Buwono II, Sultan Paku
Buwono III, maupun Raden Mas Said atau Mangkunegara I. Kedua, bagi
mahasiswa program studi pendidikan sejarah diharapkan skripsi ini dapat
dipergunakan sebagai referensi kuliah maupun bahan bacaan. Ketiga, bagi
pembaca diharapkan nilai-nilai perjuangan Susuhunan Kabanaran dan Raden Mas
Said dapat diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Keempat, bagi
pendidikan sejarah diharapkan skripsi ini dapat dijadikan tambahan referensi
terkait dengan mata kuliah sejarah nasional Indonesia yang terkait dengan
Susuhunan Kabanaran atau Sultan Hamengku Buwono I dan Yogyakarta. Kelima,
bagi almamater Universitas Jember diharapkan skripsi ini dapat melengkapi salah
satu Tri Darma Perguruan Tinggi yaitu Dharma Penelitian.