dc.description.abstract | Adakalanya suatu ancangan Peraturan Daerah (Raperda) yang sudah dibahas
bersama antara DPRD dan Kepala Daerah tidak disahkan oleh Kepala Daerah. Salah
satu contoh Raperda yang berasal dari inisiatif DPRD Kabupaten Jember adalah tentang
penataan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan pasar modern, dimana di satu sisi oleh
DPRD keberadaan pasar modern dianggap sudah mengganggu eksistensi pasar
tradisional, sementara Bupati Jember menganggap hal tersebut sebagai hal yang wajar
bagi investasi. Akhirnya Peraturan Daerah tersebut disahkan melalui Peraturan Daerah
Nomor 8 Tahun 2013 tentang Penataan Minimarket Berjaringan tanpa persetujuan
Kepala Daerah. Berdasarkan beberapa hal tersebut di atas penulis tertarik untuk
mengkaji dan menuangkan masalah Raperda (Rancangan Peraturan Daerah) yang telah
disetujui bersama akan tetapi tidak mendapat pengesahan Kepala Daerah yaitu
Gubernur/Bupati/Walikota.
Rumusan Masalah meliputi : (1) Apakah prosedur pembentukan peraturan daerah
telah sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Pembentukan Produk Hukum Daerah ? dan (2) Apakah kedudukan Rancangan Peraturan
Daerah (Raperda) yang sudah disetujui bersama tetapi tidak mendapat pengesahan
Kepala Daerah, dapat disahkan menjadi Peraturan Daerah dan mempunyai kekuatan
hukum mengikat ? Tujuan umum penulisan ini adalah : untuk memenuhi syarat-syarat
dan tugas guna mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas
Jember, menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum khususnya Hukum
Tata Negara. Metode penelitian dalam penulisan skripsi ini menggunakan tipe penelitian
yuridis normatif, artinya permasalahan yang diangkat, dibahas dan diuraikan dalam
penelitian ini difokuskan dengan menerapkan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam
hukum positif. Tipe penelitian yang dipergunakan adalah yuridis normatif, sedangkan
pendekatan masalah menggunakan pendekatan undang-undang dan pendekatan
xii
konseptual, dengan bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan
bahan non hukum.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa ; Prosedur
pembentukan peraturan daerah sudah sesuai menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah, bahwa Peraturan
Daerah ini dibentuk oleh lembaga legislatif daerah bersama-sama dengan Kepala
Pemerintahan (eksekutif) Daerah. Peraturan Daerah dibentuk sebagai penjabaran lebih
lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri
khas masing-masing daerah. Materi muatan peraturan daerah berisi materi muatan
dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta
menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi. Dalam ketentuan Pasal 42 Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah
diuraikan bahwa, Rancangan peraturan daerah yang telah disetujui bersama oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah dan gubernur atau bupati/walikota disampaikan oleh
pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kepada gubernur atau bupati/walikota
untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah, yang dilakukan dalam jangka waktu paling
lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama. Rancangan peraturan
daerah sebagaimana disebutkan di atas, ditetapkan oleh gubernur atau bupati/walikota
dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh)
hari sejak rancangan peraturan daerah tersebut disetujui bersama oleh dewan perwakilan
rakyat daerah dan gubernur atau bupati/walikota. Dalam hal rancangan peraturan daerah
tersebut tidak ditandatangani oleh gubernur atau bupati/walikota dalam waktu paling
lambat 30 (tiga puluh) hari sejak rancangan peraturan daerah tersebut disetujui bersama,
maka rancangan peraturan daerah tersebut sah menjadi Peraturan Daerah dan wajib
diundangkan. Rancangan Perda sebagaimana dimaksud, dinyatakan sah dengan kalimat
pengesahannya berbunyi : Perda ini dinyatakan sah.
Saran yang dapat diberikan bahwa, Hendaknya ada komunikasi yang baik dalam
pembentukan peraturan daerah, untuk dapat dibahas bersama, disetujui dan disahkan
bersama dalam satu visi dan misi yang jelas, sehingga tidak terjadi kasus Rancangan
Peraturan Daerah yang tidak mendapat pengesahan padahal sudah dibahas bersama.
Demikian halnya dalam pembentukan peraturan daerah peran serta masyarakat dapat
xiii
lebih ditingkatkan. Peran serta masyarakat akan lebih meningkatkan kualitas keputusan
yang dihasilkan dan mendorong para pembentuk hukum untuk membuat peraturan
daerah yang implementatif sesuai kebutuhan dan harapan masyarakat dan dapat
diminimalisir dari gejolak ataupun tuntutan ketidakpuasan masyarakat. | en_US |