Show simple item record

dc.contributor.authorVIKI WIRDIAN KUSUMA
dc.date.accessioned2015-02-27T07:31:02Z
dc.date.available2015-02-27T07:31:02Z
dc.date.issued2015-02-27
dc.identifier.nimNIM100710101023
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/61441
dc.description.abstractProfesi hakim adalah suatu kemuliaan, atau profesi hakim adalah suatu officium nobile (profesi yang terhormat). Perilaku hakim dapat menimbulkan kepercayaan, tetapi juga menyebabkan ketidakpercayaan masyarakat pada putusan pengadilan.Sejalan dengan hal tersebut, hakim dituntut untuk selalu menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta menegakkan hukum, kebenaran dan keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan kehormatan dan keluhuran martabatnya, kekuasaan kehakiman yang merdeka dan bersifat imparsial (independent and impartial judiciary) diharapkan dapat diwujudkan.Hal tersebut sekaligus diimbangi oleh prinsip akuntabilitas kekuasaan kehakiman, baik dari segi hukum maupun etika. Untuk itu, diperlukan suatu institusi pengawasan yang independen terhadap para hakim itu sendiri, agar terwujud suatu keadilan yang di idam-idamkan oleh seluruh lapisan masyarakat maka dari itu perlunya revitalisasi peran hakim agar terciptanya suatu keadilan. Permasalahan dalam skripsi ini meliputi 2 (dua) hal yaitu ; pertama, bentuk pengawasan hakim dalam upaya revitalisasi perannya sebagai sistem unsur utama keadilan dalam kekuasaan kehakiman di Indonesia menurut perundang-undangan yang berlaku dan kedua, kendala-kendala dalam pengawasan terhadap hakim sebagai upaya revitalisasi peran hakim dalam kekuasaan kehakiman di Indonesia. Kesimpulan penelitian yang diperoleh antara lain adalah, Pertama, Pengawasan hakim pada dasarnya dapat dilakukan secara internal (dari dalam) dan secara eksternal (dari luar). Dalam ketentuan Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, menjelaskan bahwa : Pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan pada semua badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung dalam menyelenggarakan kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung. Pasal 39 Ayat (2) menegaskan bahwa : Pengawasan internal atas tingkah laku hakim dilakukan oleh Mahkamah Agung. Sebagai bentuk pengawasan dari dalam (internal), segala bentuk pengawasan dari dalam di semua lembaga pengadilan dikendalikan sepenuhnya oleh Mahkamah Agung. Sementara itu bentuk pengawasan eksternal (dari luar) dalam hal ini dilakukan oleh Komisi Yudisial. Dalam menjalankan fungsinya, Komisi Yudisial berkiblat pada ketentuan Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, yaitu melakukan pengawasan xii eksternal untuk menegakkan kehormatan dan menjaga keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim. Kedua, Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, ternyata kewenangan pengawasan eksternal terhadap lembaga kehakiman sangat terbatas dalam hal pengangkatan calon hakim agung dan pengawasan terhadap perilaku hakim. Berbeda dengan Komisi Yudisial di berbagai negara di dunia dimana fungsi sebuah lembaga independent di luar kehakiman yang bertugas dalam pengawasan hakim diberi kewenangan penuh, bahkan pengawasan dan pembinaan bukan lagi wewenang Mahkamah Agung, melainkan oleh lembaga independent tersebut. Hal inilah yang tidak terjadi di Indonesia, sehingga terjadilah saling tarik menarik kewenangan pengawasan antara Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial yang sewaktu-waktu dapat menimbulkan kekacauan sistem. Selain hambatan tersebut di atas, terjadi kontradiksi dalam ketentuan yang mengatur pengawasan hakim oleh Komisi Yudisial. Mengenai ketentuan UndangUndang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, terdapat beberapa kontradiksi pasal dalam hal tugas dan kewenangan Komisi Yudisial. Saran yang diberikan bahwa, Keberadaan Komisi Yudisial merupakan kebutuhan dan konsekuensi logis dari tuntutan kearah pemerintahan yang lebih menjamin keseimbangan dalam system peradilan di Indonesia, dengan melakukan monitoring yang intensif terhadap kekuasaan kehakiman dengan melibatkan masyarakat dengan spektrum yang seluas-luas nya, sekaligus menjadi mediator antara kekuasaan pemerintah dengan kekuasaan kehakiman sehingga tidak terintimidasi dari pengaruh kekusaan apapun, dan meningkatkan tingkat efisiensi dan efektivitas kekuasaan kehakiman baik yang menyangkut rekrutmen dan monitoring hakim agung maupun pengelolaan keuangan kehakiman,serta kemandirian kekuasaan kehakiman dapat terus terjaga terhadap politisasi perekrutan hakim agung sebagaimana di amanatkan dalam UUD 1945 amandemen ke tiga. Apabila Komisi Yudisial sudah diberi kewenangan untuk melakukan pengawasan melalui undang–undang yang berlaku, hakim diharapkan agar berlapang dada dengan kehadiran Komisi Yudisial sebagai pengawas, dan mau membantu kelancaran pengawasan yang dilakukan oleh Komisi Yudisial sehingga keseimbangan antar lembaga tinggi (check and balance) di Negara Indonesia ini dapat terwujudkan. Demikian halnya dengan pengawasan masyarakat merupakan salah satu elemen utama dalam pengawasan hakim di Indonesia.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries100710101023;
dc.subjectPENGAWASAN HAKIM SEBAGAI BENTUK REVITALISASI PERAN HAKIM DALAM KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIAen_US
dc.titlePENGAWASAN HAKIM SEBAGAI BENTUK REVITALISASI PERAN HAKIM DALAM KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA THE JUDGE CONTROL AS A REVITALISATION ROLE OF JUDGE IN THE POWER OF THE JUDICIARY IN INDONESIAen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record