dc.description.abstract | Pidana penjara yang dijatuhkan oleh hakim kepada terdakwa tidak membuat
terpidana jera, karena masih ada terpidana yang melakukan tindak pidana lagi meskipun
telah menjalani pidana sebagaimana yang dilakukan oleh Subowo, umur 26 tahun,
alamat Blok Kedondong Lor Desa Sukra Kecamatan Sukra Kabupaten Indramayu, yang
diadili oleh Pengadilan Negeri Brebes, terdafatar dalam Perkara Pidana Nomor:
120/Pid.B/2012/PN.BBS. Terdakwa oleh penuntut umum didakwa Pasal 378 KUHP
tentang penipuan dan dituntut pidana penjara selama 2 (dua) tahun. Pada saat
persidangan dengan memeriksa keterangan saksi-saksi dan terdakwa serta dikaitkan
dengan barang bukti maka ditemukan fakta-fakta bahwa benar terdakwa melakukan
tindak pidana penipuan kepada korban bernama Desi Defiani dengan kerugian sebesar
Rp. 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah). Terdakwa terbukti sudah 2 (dua) kali di
penjara, pertama perkara penipuan dan kedua perkara narkotika. Hakim dalam
pertimbangannya tidak sependapat dengan penuntut umum yang menuntut terdakwa
dengan pidana selama 2 (dua) tahun, dengan pertimbangan terdakwa sudah 2(dua) kali
di penjara di Lembaga Pemasyarakatan dan terdakwa dalam melakukan kejahatan ini di
dalam Lembaga Pemasyarakatan. Berdasarkan pertimbangan tersebut Majelis Hakim
menjatuhkan pidana penjara selama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan. Penulis melihat
putusan Majelis Hakim ini tidak sesuai dengan pidana pemberatan , penjatuhan pidana
kepada terdakwa seharusnya bisa lebih dari 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan. Majelis
Hakim seharusnya menggunakan rumusan ancaman maksimum tentang recidive yang
ditambah sepertiga. Hakim dalam menjatuhkan pidana harus melihat Pasal 12 KUHP,
Pasal 12 KUHP menentukan bahwa Hakim dalam menjatuhkan pidana tidak boleh lebih
dari maksimum khusus. Berdasarkan Latar Belakang Masalah yang telah diuraikan di
atas, penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut, apa dasar pertimbangan hakim
memutus terdakwa bersalah melakukan tindak pidana penipuan dengan pemberatan
dalam perkara No. 120/ Pid.B/ 2012/ PN.BBS? dan apakah penjatuhan pidana terhadap
terdakwa recidive dalam perkara No. 120/ Pid.B/ 2012/PN.BBS sesuai dengan pemberat
pidana?.
xii
Tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penelitian skripsi ini adalah untuk
menganalisis dasar pertimbangan Hakim memutus terdakwa bersalah melakukan tindak
pidana penipuan dengan pemberatan dalam perkara No. 120/ Pid.B/ 2012/ PN.BBS dan
untuk menganalisis kesesuaian penjatuhan pidana terhadap recidive dengan pemberat
pidana dalam perkara No. 120/ Pid.B/ 2012/ PN.BBS.
Penulis dalam hal ini menggunakan metode penulisan skripsi yaitu yuridis
normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan Pendekatan
perundang-undangan merupakan pendekatan yang dilakukan dengan menelaah aturan
dasar dan peraturan perundang-undangan di Indonesia dan regulasi yang berhubungan
dengan isu hukum yang menjadi pokok bahasan, pendekatan konseptual adalah
pendekatan yang beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang
berkembang di dalam ilmu hukum, sehingga menemukan ide-ide yang melahirkan
pengertian-pengertian hukum, konsep dan asas-asas hukum yang relevan dengan isu
hukum yang dihadapi. Sumber bahan hukum yang digunakan yaitu sumber bahan
hukum primer dan sekunder.
Penulis selanjtnya memberikan kesimpulan pada skripsi ini yaitu pertama adalah
penjatuhan pidana oleh hakim dalam menjatuhkan pidana kepada terdakwa Subowo
tidak sesuai dengan pidana pemberatan. Terdakwa terbukti sudah masuk penjara
sebanyak 2 kali, pertama perkara penipuan dan yang kedua karena perkara narkotika.
Kedua adalah penjatuhan pidana terhadap terdakwa oleh hakim yang sesuai dengan
tujuan pemidanaan pemberatan terutama recidive. Hakim dalam menjatuhkan
pemberatan juga harus melihat Pasal 12 KUHP sebagai pedoman. Penulis memberikan
saran yang pertama adalah Hakim seharusnya dalam menjatuhkan pidana harus
berpedoman dengan apa yang terbukti di persidangan, agar hakim sesuai dalam
menjatuhkan pidana dengan pemberatan yang digunakan dalam memutus suatu perkara
khususnya recidive. Kedua adalah penuntut umum dan hakim tentunya harus
memperhatikan hitungan pidana terberat yang dapat diberikan pada terdakwa dalam hal
adanya alasan pemberat pidana karena alasan pemberat karena recidive merupakan
alasan pemberat primer. Hakim dalam menjatuhkan pidana juga harus memperhatikan
Pasal 12 KUHP tentang batasan minimum umum dan maksimum khusus. | en_US |