Show simple item record

dc.contributor.authorBebetho Frederick Kamsiadi
dc.date.accessioned2013-12-07T05:54:17Z
dc.date.available2013-12-07T05:54:17Z
dc.date.issued2013-12-07
dc.identifier.nimNIM080110201040
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/6027
dc.description.abstractIstilah-istilah yang Digunakan pada Acara Ritual Petik Pari oleh masyarakat Jawa di Desa Sumberpucung, Kecamatan Sumberpucung, Kabupaten Malang (Kajian Etnolinguistik); Bebetho Frederick Kamsiadi, 080110201040; 2013: 73 halaman; Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Jember. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bahasa merupakan bagian dari kebudayaan. Bahasa dan kebudayaan merupakan dua sistem yang melekat pada manusia. Upacara tradisional merupakan salah satu wujud peninggalan kebudayaan. Kebudayaan berasal dari kata Sansekerta yaitu Buddayah, bentuk jamak dari Buddha yang berarti „kekal atau abadi‟, sehingga budaya dapat diartikan sebagai hal-hal yang berhubungan dengan budi dan akal manusia. Dalam kebudayaan masyarakat Jawa terdapat hubungan timbal antara manusia dan alam sekitarnya. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan bentuk, makna, dan penggunaan istilah-istilah yang digunakan dalam bidang pertanian pada ritual petik pari oleh petaniJawa di Desa Sumberpucung Kabupaten Malang. Penelitian ini dapat dikategorikan sebagai penelitian kualitatif. Dalam penelitian ini, peneliti menjadikan bahasa sebagai objek yang akan dikaji, sehingga penelitian ini menggunakan metode penelitian bahasa. Metode penelitian pada dasarnya dibagi atas tiga tahap, yaitu (a) tahap penyediaan data, dilakukan dengan cara metode simak yaitu mewawancarai informan yang mengerti tentang ritual petik pari; (b) tahap analisis data, dilakukan dengan cara metode padan ekstralingual karena menghubungkan bahasa dan budaya; dan (c) tahap penyajian data, dilakukan dengan cara menggunakan metode informal dan metode formal. Metode informal digunakan untuk mendeskripsikan makna, penggunaan dan bentuk-bentuk istilah pertanian yang terdapat dalam upacara petik pari. Metode formal digunakan untuk viii menyajikan istilah-istilah yang ditulis dalam transkripsi fonetis dengan menggunakan tanda kurung. Ritus religius terpenting dalam masyarakat Jawa adalah slametan. Dalam masyarakat agraris (terutama di Jawa), tradisi penghormatan terhadap Dewi Sri masih berlangsung sampai sekarang. Figur Dewi Sri menjadi simbol dan kerangka acuan berpikir bagi orang Jawa khususnya petani Jawa di dalam prosesi siklus hidup yaitu perkawinan, memperlakukan rumah dan tanah pertaniannya. Untuk itu mereka melaksanakan tradisi petik pari yang dalam pelaksanaannya terdapat beberapa tahapan. Tahapan-tahapan tersebut antara lain, nyiapne weneh terdapat istilah kowen, ngekum pari dan ngentas pari; bukak lahan terdapat istilah tamping, ngisi banyu, mbrojol, mopok, nglawet, nggaru dan ndhadhag; tandur terdapat istilah ndhaut, nas atau geblake dina, ngerek dan tandur; ngrumat terdapat istilah lep, kokrok, ngemes dan matun; petik pari terdapat istilah uborampen, sega ingkung, sega gurih, sega tumpeng atau sega gunungan, sega golong, iwak, kulupan, gedhang raja, bumbu urap dan cok bakal yang berisi bumbu pepek, wedhi, dhedhek lembut,kaca, suri, wedhak, janur kuning, kembang telon, menyan, dhuwit receh dan badhek; dan panen terdapat istilah ngerit, nggeblok, nyilir, nampeni dan ngiteri ghabah. Istilah-istilah yang terdapat dalam setiap tahapan tersebut mengalami perluasan makna, penyempitan makna dan tidak mengalami perubahan makna. Analisis etnolinguistik dalam penelitian ini membandingkan istilah pertanian yang digunakan petani Jawa di Kecamatan Sumberpucung, Kabupaten Malang dengan istilah pertanian yang digunakan petani Madura di Kabupaten Jember.Dari hasil perbandingan tersebut, terdapat perbedaan pada istilah-istilah yang digunakan petani Jawa dan petani Madura, sedangkan untuk proses-prosesnya dari tahap persiapan sampai panen sebagian besar memiliki kesamaan. Hanya saja, pada pertanian Madura tidak terdapat penentuan hari dan tanggal baik untuk mulai menanam padi dan panen. Selain itu, pada pertanian Madura tidak ada ritual petik pari sebelum panen seperti yang dilakukan pada pertanian Jawa.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries080110201040;
dc.subjectPETIK PARIen_US
dc.titleISTILAH-ISTILAH YANG DIGUNAKAN PADA ACARA RITUAL PETIK PARI OLEH MASYARAKAT JAWA DI DESA SUMBERPUCUNG KABUPATEN MALANG (KAJIAN ETNOLINGUISTIK)en_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record