Show simple item record

dc.contributor.authorSONYA ROSE TIN
dc.date.accessioned2013-12-07T05:19:04Z
dc.date.available2013-12-07T05:19:04Z
dc.date.issued2013-12-07
dc.identifier.nimNIM060710101030
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/6003
dc.description.abstractHarta Bersama dan Harta Bawaan merupakan salah satu akibat hukum dari suatu perkawinan. Dimana dalam perolehannya pun tidak dapat disamakan, dikarenakan bila membahas tentang harta bersama akan menjelaskan pada harta yang diperoleh suami-istri selama perkawinan berlangsung, tanpa mempersoalkan terdaftar atau diperoleh atas nama siapa, suami atau istri, sedangkan bila membahas tentang harta bawaan akan menjelaskan pada harta yang dimiliki masing-masing suami-istri sebelum mereka melangsungkan perkawinan maupun setelah perkawinan berlangsung, baik yang berasal dari warisan maupun hibah. Sepanjang tidak terdapat Perjanjian Kawin maupun bukti otentik dalam akta perjanjian jual beli yang menyatakan harta benda tersebut adalah harta bawaan suami atau istri, maka harta benda yang diperoleh selama perkawinan tetap menjadi harta bersama milik suami-istri dan bila terjadi perceraian maka harta akan dibagi seperdua untuk suami-istri tersebut. Rumusan masalah yang diangkat dalam judul skripsi “KEDUDUKAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN YANG DIANGGAP SUAMI SEBAGAI HARTA BAWAAN (studi kasus Putusan Pengadilan Agama Jember No.3108/Pdt.G/2009/PA.Jr)” adalah Apakah jual beli tanah yang diatasnamakan suami selama perkawinan, tanpa adanya klausula barang asal dianggap sebagai harta bersama dan bagaimanakah membuktikan bahwa harta yang diperoleh dalam masa perkawinan sebagai harta bersama berdasarkan Putusan Pengadilan Agama No.3108/Pdt.G/2009/PA.Jr. Tujuan umum dari penulisan skripsi ini untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Hukum di Universitas Jember, merupakan bentuk penerapan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan di masyarakat, memberikan kontribusi pemikiran yang diharapkan akan bermanfaat bagi masyarakat, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jember, dan Alma Mater serta pihak lain yang berminat atau berkepentingan sehubungan dengan permasalahan yang dibahas. Tujuan khusus penulisan skripsi ini untuk ii mengetahui dan menganalisa jual beli tanah yang diatasnamakan suami selama perkawinan tanpa adanya klausula barang asal dapat dikatakan sebagai harta bersama , dan untuk mengetahui dan menganalisa cara membuktikan bahwa harta yang diperoleh dalam masa perkawinan sebagai harta bersama berdasarkan Putusan Pengadilan Agama No.3108/Pdt.G/2009/PA.Jr. Metode Penelitian yang digunakan adalah Yuridis Normatif (Legal Research), yakni penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidahkaidah atau norma-norma dalam hukum positif yang berlaku dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Sumber bahan hukum yang dipakai berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang dianalisa secara deduktif. Kesimpulan dalam skripsi ini yaitu, pertama : Perceraian merupakan penghapusan perkawinan dengan melalui putusan hakim atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan. Putusnya suatu perkawinan karena perceraian dapat dibagi menjadi dua hal, yaitu: Cerai Talak yang di ajukan oleh pihak suami dan Cerai Gugat yang diajukan oleh pihak istri. Berdasarkan Putusan Pengadilan Agama Jember No.3108/Pdt.G/2009/PA.Jr yang mengajukan gugatan perceraian adalah pihak suami. Dalam suatu perceraian apabila yang mengajukan dari pihak suami maka setelah putusan berkekuatan hukum tetap tersebut dikeluarkan harus dilaksanakan ikrar talak oleh pihak suami dihadapan majelis hakim dan pihak istri yang bersangkutan, bila ikrar talak tersebut tidak dilaksanakan maka status perceraian tersebut dianggap batal. Apabila yang mengajukan dari pihak istri maka hanya menunggu putusan dari Pengadilan Agama dan perkawinan antara pihak suami dan istri tersebut putus tanpa harus mengucapkan ikrar talak oleh pihak istri. Kedua: Menurut UU Perkawinan harta benda dalam perkawinan dibagi menjadi 3 macam, yaitu a. Harta Bersama yang diperoleh sesudah suami-istri berada dalam hubungan perkawinan, atas usaha mereka berdua atau usaha salah seorang dari mereka tanpa mempersoalkan terdaftar atau diperoleh atas nama siapa, suami atau istri, b. Harta Bawaan yang telah dimiliki masing-masing suamiistri sebelum mereka melangsungkan perkawinan, baik yang berasal dari warisan atau hibah, dan c. Harta Perolehan yang dimilikinya sesudah mereka berada dalam iii hubungan perkawinan. Sepanjang tidak diadakan perjanjian kawin yang dilakukan pada waktu atau sebelum perkawinan mengenai pemisahan harta, maka semua harta yang diperoleh sepasang suami istri selama dalam perkawinan menjadi harta benda kepunyaan bersama suami istri. Berdasarkan Putusan Pengadilan Tinggi Agama Surabaya No.308/Pdt.G/2010/PTA.Sby dan Putusan Mahkamah Agung No.306 K/AG/2011 yang pada intinya, kedudukan harta bersama dalam suatu perkawinan baik harta bersama tersebut atas nama suami maupun atas nama istri bila terjadi perceraian maka harta tersebut dikategorikan sebagai harta bersama selama perolehannya atau pengupayaannya dilakukan pada saat perkawinan itu berlangsung dan masih terikat dalam suami istri yang sah serta tidak tercantum pada akta jual beli yang menyatakan bahwa harta yang dipergunakan dalam perolehannya berasal dari harta bawaan. Saran dari penulis yang dapat diberikan yaitu, pertama: Untuk mengantisipasi agar tidak terjadi konflik dalam perceraian sebaiknya dilakukan perjanjian kawin yang isinya mengenai pembagian harta dan pelarangan hal-hal yang dapat merugikan salah satu pihak misalnya perselingkuhan, kekerasan dalam rumah tangga dll, sehingga bila perceraian itu terjadi maka akan diputus sesuai dengan isi dari perjanjian kawin tersebut. Kedua: Dalam suatu perkawinan apabila salah satu pihak suami atau istri melakukan perjanjian jual beli sebaiknya dalam akta jual beli tersebut dicantumkan pada pasal 6 berasal dari mana harta pembelian suatu barang tersebut, apakah berasal dari harta bersama atau harta asal suami maupun istri, sehingga terdapat kepastian hukum dari akta jual beli tersebut. Ketiga: Apabila dalam suatu perkawinan terjadi perceraian maka hendaklah seorang suami memberikan tempat tinggal kepada isteri yang telah ditalak sesuai dengan kemampuannya, karena tempat tinggal itu merupakan sebagian dari nafkah dan suami dilarang mempersulit isteri dalam masalah tempat tinggal, walaupun istri tersebut telah ditalak dengan talak raj‟i atau talak ba‟in.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries060710101030;
dc.subjectHARTAen_US
dc.titleKEDUDUKAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN YANG DIAKUI OLEH SUAMI SEBAGAI BARANG ASAL (Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama No.3108/Pdt.G/2009/PA.Jr)en_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record