dc.description.abstract | Dalam Pasal 171 huruf a Kompilasi Hukum Islam menyebutkan bahwa :
Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur hubungan pemindahan hak
pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak
menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing. Pada dasarnya, anak tiri
hanya memiliki hubungan kewarisan dan keperdataan dengan orang tua sedarah.
Adanya hubungan dengan orang tua sedarah tersebut dibuktikan dengan akta
kelahiran yang otentik yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang. Terkait
dengan sistem kewarisan adat terdapat beberapa permasalahan yang sampai saat ini
masih menjadi perdebatan yaitu berkaitan dengan kedudukan anak tiri terhadap harta
warisan orang tua tirinya jika ada saudara tiri atau tidak ada saudara tirinya menurut
Hukum Waris Adat Jawa khususnya di Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember.
Rumusan Masalah meliputi : (1) Bagaimanakah kedudukan anak tiri terhadap
harta orang tua tiri jika ada saudara tiri atau ahli waris lainnya menurut hukum adat
Jawa di Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember ? (2) Bagaimanakah kedudukan
anak tiri terhadap harta orang tua tiri jika tidak ada saudara tiri atau ahli waris
lainnya menurut hukum adat Jawa di Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember ?
dan Bagaimana jika terjadi konflik atau rebutan harta warisan ? Tujuan umum
penulisan ini adalah : untuk memenuhi syarat-syarat dan tugas guna mencapai gelar
Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jember, menambah wawasan ilmu
pengetahuan dalam bidang hukum khususnya hukum perjanjian. Metode penelitian
dalam penulisan skripsi ini menggunakan tipe penelitian yuridis normatif, artinya
permasalahan yang diangkat, dibahas dan diuraikan dalam penelitian ini difokuskan
dengan menerapkan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif.
Pendekatan masalah menggunakan pendekatan undang-undang, pendekatan
konseptual, dan pendekatan kasus dengan bahan hukum yang terdiri dari bahan
hukum primer, sekunder dan bahan non hukum.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa Kedudukan anak
tiri terhadap harta kekayaan orang tua tiri jika ada saudara tiri atau ahli waris lainnya
menurut hukum adat Jawa di Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember, berhak
mendapatkan harta gono-gini orang tua tirinya karena Yurisprudensi Mahkamah
xiii
Agung No. 263 K/Sip/1959 Tanggal 9-9-1959 yang menyatakan “Menurut hukum
Adat di Jawa Tengah, seorang janda berhak untuk membagi-bagikan harta keluarga
antara semua anak, asal saja setiap anak memperoleh bagian yang pantas” sebagai
dasarnya namun kemungkinan lainnya anak tiri berhak mendapatkan harta benda
orang tua tirinya bisa saja terjadi tergantung pemikiran dan keyakinan masingmasing
keluarga hal ini bisa didasarkan pada asas keadilan, musyawarah dan
mufakat atau dengan cara hibah wasiat. Dalam hukum adat waris Jawa dalam hal
pembagian waris harta orang tua tiri jika tidak ada saudara tiri atau ahli waris lain
menurut hukum adat Jawa di Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember, maka harta
warisan selain berpindah kepada suami atau istri yang ditinggalkan dapat juga
diberikan kepada anak tiri. Pemberian tersebut antara lain dilandasi oleh perasaan
sayang kepada anak tersebut sehingga dianggap sebagai anak sendiri karena sudah
membesarkan sejak kecil sampai ia dewasa. Pada masyarakat adat Jawa, pembagian
harta warisan atau harta peninggalan dilakukan dengan menggunakan dasar
musyawarah mufakat dan kerukunan bersama ahli warisnya dengan sikap seadiladilnya.
Sedangkan menurut hukum adat, anak tiri bukan merupakan ahli waris
terhadap harta asal orang tua tirinya. Dalam hal terjadi sengketa atau rebutan harta
warisan, biasanya diselesaikan melalui jalur musyawarah mufakat, antar keluarga.
Namun demikian apabila tidak ditemui jalan keluar biasanya melibatkan mediasi
melalui pihak ketiga seperti tokoh masyarakat, yaitu tokoh adat, tokoh yang
dituakan, ulama, pemuka agama dan lain sebagainya.
Saran yang dapat diberikan bahwa, Hendaknya nilai-nilai hukum waris adat
di masyarakat adat tetap dijaga dan dilestarikan dengan baik. Dalam kehidupan
waris adat Jawa di Sumbersari, lebih mengutamakan kebersamaan, kekeluargaan
dan persatuan guna terciptanya kerukunan hidup bersama. Hendaknya jika terjadi
perselisihan atau sengketa waris dalam keluarga dalam adat, dapat dilakukan dengan
musyawarah diantara ahli waris di dalam keluarganya. Bilamana terjadi perbedaan
pendapat karena ketidarukunan dalam keluarga maka musyawarah itu dapat diajukan
kepada tokoh masyarakat atau tokoh yang dituakan seperti kyai atau ulama, untuk
dimintakan petuah-petuah sesuai dengan aturan-aturan atau hukum yang berlaku.
Jika masih juga terdapat perdebatan maka langkah terakhir adalah mengajukan ke
pengadilan. | en_US |