Show simple item record

dc.contributor.authorMOHAMMAD IQBAL AMINUDDIN
dc.date.accessioned2013-12-07T04:35:33Z
dc.date.available2013-12-07T04:35:33Z
dc.date.issued2013-12-07
dc.identifier.nimNIM090710101141
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/5976
dc.description.abstractLahirnya Koperasi syariah karena adanya Surat Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM Nomor 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah. Kemudian diatur lebih lanjut pada Undang-undang Nomor 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian, khususnya pada pasal 87 ayat (3). Akan tetapi pada pasal tersebut hanya mengatur koperasi syariah secara kerangka luarnya saja, sementara pada bagaimana cara pengoperasionalan prinsip syariah pada koperasi syariah tidak dijelaskan di dalamnya. Permasalahan yang akan diteliti dalam skripsi ini yaitu pertama apakah Prinsip Bagi hasil pada Koperasi Syariah sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian, kedua bagaimana Kekuatan Hukum Fatwa Tentang Bagi Hasil yang dikeluarkan oleh DSN-MUI terhadap Koperasi Syariah di Indonesia, ketiga Apa bentuk tanggungjawab pengurus koperasi syariah pada saat koperasi syariah tersebut mengalami kerugian. Tujuan dari penulisan skripsi ini terdiri tujuan umum yakni untuk memenuhi dan melengkapi salah satu persyaratan akademis guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Universitas Jember dan tujuan khususnya yakni untuk mengetahui penerapan sistem bagi hasil pada Koperasi Syariah di Indonesia. Tipe penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah Yuridis Normatif , yakni penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah- kaidah atau norma-norma dalam hukum positif. Metode pendekatan masalah yang digunakan dalam skripsi ini yaitu pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Bahan hukum yang dipakai berupa bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Analisis bahan hukum yang dipergunakan adalah deskriptif normatif, selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode deduksi yang berpangkal dari hal-hal yang bersifat umum menuju hal-hal yang bersifat khusus. Koperasi yang menjalankan usahanya dengan prinsip Syariah diatur dalam Pasal 87 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian, namun pada penerapan pelaksaannya koperasi syariah didasarkan pada Keputusan Menteri (Kepmen) Koperasi dan UKM Republik Indonesia No 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS), dan PERMA no. 2 tahun 2008 tentang KHES sebagai dasar pengoperasionalan Koperasi Syariah. Jika dikaitkan dengan teori Hans Nawiasky tentang Stufebau Theory (teori hierarki) prinsip bagi hasil pada koperasi syariah terdapat kekosongan norma hukum di dalam pelaksanaanya, karena pada Undang-undang tentang Perkoperasian hanya mengatur koperasi syariah secara kerangka luarnya, tidak menjelaskan bagaimana tata cara pengoperasionalan prinsip bagi hasil pada Koperasi Syariah. Kekosongan norma hukum tersebut pada tataran Formell Gesetz karena tidak adanya Undang-undang yang mengatur secara khusus mengenai prinsip bagi hasil pada Koperasi Syariah. Mengenai Kekuatan Fatwa DSN Nomor 15/DSN-MUI/IV/2000 tentang Prinsip Distribusi Hasil Usaha dalam LKS, secara hierarkhi pada UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan pada Pasal 8 ayat (1 dan 2) xiii posisi Fatwa DSN–MUI tidak merupakan suatu jenis peraturan perundangundangan yang mempunyai kekuatan mengikat secara umum. Namun, pada Peraturan Bank Indonesia (PBI) menyebutkan bahwa pelaku usaha yang menggunakan prinsip ekonomi syariah diwajibkan patuh terhadap fatwa DSNMUI, sehingga Fatwa yang dikeluarkan oleh DSN-MUI mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dan harus dipatuhi oleh pelaku ekonomi syariah. Pada hal ini berlaku asas Lex Specialis derogat legi generali (hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum). Tanggung jawab yang diberikan koperasi syariah, apabila usahanya mengalami kerugian jika dilihat dari perjanjian pembiayaan musyarakah adalah menjadi tanggung-jawab bersama pengurus dan anggota koperasi syariah sesuai proporsi modal masing-masing. Namun, hal ini berbeda apabila pengurus koperasi syariah melakukan miss-management (salah arus) dan ultra vires (menyimpang dari anggaran dasar Koperasi). Pengurus koperasi syariah yang bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkannya. Bentuk tanggung jawabnya adalah penggantian sejumlah uang yang telah di setorkan kepada koperasi syariah, dengan bersumber dari harta pribadi milik pengurus koperasi syariah tersebut, sebagaimana secara eksplisit tercantum dalam pasal 60 ayat (3) dan (4) Undang-Undang nomor 17 tahun 2012 tentang perkoperasian. Diakhir penulisan skripsi ini, penulis menyampaikan saran-saran kepada pihak-pihak yang terkait : Pertama, kepada Pemerintah sebaiknya membuat Undang-undang yang secara khusus mengatur mengenai Koperasi Syariah, sehingga tidak adanya tumpang tindih aturan pada pengoperasionalan koperasi syariah. Kedua, kepada Dewan Pengawas Syariah (DPS) pada saat melaksanakan perannya sebagai pengawas pada Koperasi syariah harus berpedoman kepada fatwa-fatwa yang diterbitkan oleh DSN-MUI. Ketiga, kepada Pengurus Koperasi hendaknya lebih teliti dalam hal Pemberian fasilitas pembiayaan kepada mitra. Pemberian pembiayaan harus berdasarkan kesepakatan antara pihak koperasi dengan mitra dan selalu memperhitungkan batas maksimum pemberian pembiayaan, dan tidak memberikan pembiayaan kepada Mitra Bermasalah, sehingga hal ini dapat meminimalisir terjadinya pembayaran yang macet yang menyebabkan koperasi mengalami kerugian.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries090710101141;
dc.subjectPEMBIAYAAN KOPERASIen_US
dc.titlePRINSIP BAGI HASIL PADA PEMBIAYAAN KOPERASI SYARIAHen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record