PROSES INTERAKSI SOSIAL DALAM REHABILITASI PASIEN GANGGUAN JIWA
Abstract
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, lokasi penelitian ini
dilakukan di PP Al-Ghafur, Desa Sukowiryo Kecamatan Kota Bondowoso Kabupaten
Bondowoso. Informan dalam penelitian ini terdiri dari lima mantan pasien yang
sudah sembuh setelah dirawat di pondok Al-Ghafur, dan enam keluarga pasien serta
para informan lainnya. Pengumpulan data dilakukan selama kurang lebih 3 bulan.
Teknik penentuan informan dengan menggunakan purposive sampling dengan
pengumpulan data menggunakan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Uji keabsahan data dengan teknik triangulasi data. Analisis data dilakukan dengan
mengumpulkan dan pemilahan data, kemudian di interpretasi dengan teori,
pemaparan hasil penelitian, dan penarikan kesimpulan.
Hasil temuan dalam penelitian ini menunjukkan proses interaksi sosial dalam
rehabilitasi pasien gangguan jiwa, yaitu sebelum dirawat dan sedang dirawat di
pondok Al-Ghafur.
a. Pada saat sebelum di bawa dirawat kepondok, baik keluarga dan masyarakat
memiliki persepsi akan kondisi orang gila sebagai orang yang berperilaku aneh
dan tindakan-tindakannya tidak lagi sesuai dengan kenyataan. Karena perubahan
perilaku dan tindakan yang nampak mengarah pada perilaku kekerasan, maka
baik keluarga dan masyarakat menjadi takut untuk berinteraksi dengan penderita
gangguan jiwa tersebut dan keluarga memilih untuk merawatkannya kepondok
demi kesembuhan penderita.
b. Pada saat sedang dirawat dalam pondok, para pasien tersebut direhabilitasi secara
baik dengan metode pendekatan agama Islam. Hubungan interaksi sosial di
dalam pondok menunjukkan hubungan yang harmonis, namun hubungan
interaksi sebagian pasien dengan keluarga mereka ada yang bersifat kurang baik,
di mana dari sebagian keluarga pasien menunjukkan sebuah tindakan yang apatis
dan kurang begitu memberikan motivasi serta dorongan dalam proses
penyembuhan pasien, baik dengan cara membesuk maupun membawa pasien
pulang ketika sudah dinyatakan sembuh. Hal ini disebabkan karena pengalaman
keluarga yang pernah hidup berdampingan dengan penderita gangguan jiwa yang
memiliki kecenderungan perilaku kekerasan terhadap orang lain.