JAMINAN PEMENUHAN HAK KEBEBASAN BERAGAMA DAN BERKEYAKINAN OLEH WARGA NEGARA INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 1999 TENTANG HAK ASASI MANUSIA
Abstract
Kebebasan memeluk agama dan berkeyakinan merupakan hak dasar warga
negara Indonesia yang di lindungi oleh Undang-Undang Dasar 1945, hak
memeluk agama dan berkeyakinan merupakan hak asasi yang bersifat hakiki dan
universal, melekat pada diri setiap manusia sejak Ia dilahirkan. Indonesia negara
yang berasaskan Pancasila, yang terdiri dari beberapa agama resmi yang diakui
oleh Pemerintah, dan disisi lain masih banyak keyakinan seseorang atau kelompok
warga negara yang berbeda dalam menjalankan peribadatan dengan klompok
mayoritas tersebut dan banyak juga aliran kepercayaan yang belum mendapatkan
jaminan perlindungan untuk menjalankan kepercayaan yang menjadi pertentangan
dan memicu terjadinya kekerasan dan konflik diantara anak bangsa yang memiliki
keimanan, keyakinan dan kepercayaan yang berbeda.
Negara Pancasila merupakan Negara Kebangsaan yang religius yang harus
melindungi dan memfasilitasi berkembangnya semua agama dalam kerangka
untuk mengedepankan hukumm yang adil dan bijaksana serta menjunjung nilainilai
Hak Asasi Manusia. Pancasila merupakan modus vivendi (kesepakatan luhur)
bangsa Indonesia yang sulit atau (mungkin) tidak bisa digantikan. 1 Ia sangat
cocok dengan realitas bangsa yang Indonesia yang prular dan Ia menjadi tempat
bertemunya kompromi berbagai kepentingan yang semula saling bertentangan.2
Sistem hukum Pancasila menjadi rambu-rambu dan melahirkan kaidah
penuntun dalam politik hukum Nasional. Rambu yang paling umum adalah
larangan bagi munculnya hukum yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.
Tak ada hukum yang boleh bertentangan dengan nilai-nilai ketuhanan dan
keagamaan yang beradab, tidak boleh ada hukum yang bertentangan dengan nilainilai
kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia, tidak boleh ada hukum yang akan
mengancam atau berpotensi merusak keutuhan ideologis dan teritori bangsa
1Mahfud MD, 2000. Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi, Cet. I,
Rajawali Pers, Jakarta. Hlm. 5 – 6.
2Ibid. Hlm. 6.
15
Indonesia, tidak boleh ada hukum yang melanggar prinsip kedaulatan rakyat, dan
tidak boleh ada hukum yang melangggar nilai-nilai keadilan sosial.3
Pemenuhan hak kebebasan beragama dan berkeyakinan yang dijalankan
oleh warga negara Indonesia selama ini sering kali hanya menjadi monopoli
kelompok mayoritas tanpa mengindahkan hak-hak kelompok minoritas, tidak
boleh ada pengistimewaan terhadap agama dan sesorang atau kelompok yang
menjalankan keyakinan keagamaannya. Negara hanya boleh mengatur kehidupan
beragama sebatas menjaga ketertiban agar tidak terjadi konflik dan memfasilitasi
agar setiap orang dapat menjalankan ajaran agama dan keyakinannya dengan
bebas tanpa mengganggu dan diganggu oleh orang lain.4
Semua individu memiliki pandangan dan keinginan yangsama untuk
harmonisasi kehidupannya dengan kehidupan sekitar. Tetapi masalahnyaadalah
selama tidak ada jaminan pemenuhan kehidupan beragama dan berkeyakinan yang
dijalankan setiap warga negara itu hanyamengakui yang satu dan tidak yang lain
maka menjadisulit. Kelompok-kelompok tersebut setidaknya harus diakui
sebagaisebuah komunitas masyarakat Indonesia, karenamemang dalam tataran
konsep kita mengakui tapipada realitasnya terlantarkan yang sama artinyadengan
tidak mengakui. Jadi tidak bisa kemudiankita mau membangun toleransi
beragama, menjaminhubungan antar agama tapi di satu sisi masih adacelah-celah
di mana orang-orang beragama tertentuyang dianggap salah dan dinegasikan. Dari
sini perlupengaturan sedemikian rupa sehingga hubungan antaragama tidak hanya
sekedar hubungan kosepsionaltetapi menjadikannya relasi sosial dalam
pengertianyang lebih realitis. 5 Jadi, Undang-Undang harus bisamengakomodir
semua umat. Bukan hanya bagi kelompok mayoritassaja. Semua keyakinan harus
3Bernard L Tanya, Judicial Review dan Arahan Politik Hukum Sebuah Perspektif, (Makalah Untuk
Seminar Tentang Judicial Review dan Arahan Politik Hukum, di Fakultas Ilmu Sosial Universitas
Negeri Semarang, 17 April 2006). Hlm. 20.
4Mahfud MD. Op. Cit. Hlm. 9.
5SETARA Institute (2008), Berpihak dan Bertindak Intoleran: Intoleransi Masyarakat dan
Restriksi Negara dalam Kebebasan Beragama/Berkeyakinan di Indonesia (Jakarta: SETARA
Institute). Hlm. 54.
16
diakui. Minoritas danmayoritas harus dirangkum dan diakomodir dalam sistem
hukum negarakita.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]