PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEREDARAN OBATOBATAN PALSU DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN UNDANGUNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN
Abstract
Hasil penelitian skripsi ini yaitu: bahwa bentuk perlindungan hukum
terhadap konsumen atas peredaran obat-obatan palsu berdasarkan Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dapat dilakukan melalui dua
cara, yaitu: a.) Perlindungan Hukum Preventif, yaitu: Perlindungan yang diberikan
oleh pemerintah dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran.
Hal ini terdapat dalam peraturan perundang-undangan diantaranya yaitu: Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Pemberian perlindungan hukum oleh
Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 dengan memberikan pelayanan kesehatan
dengan cara mencegah terhadap suatu permassalahan kesehatan penyakit. Dengan
artian konsumen yang mengkonsumsi obat-obatan palsu yang mengalami
kerugian.; b) Perlindungan Hukum Represif, yaitu: merupakan perlindungan akhir
berupa sanksi seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan
apabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran. Sanksi
tersebut biasanya berupa sanksi pidana, perdata dan sanksi administrasi. Peran dan
Tanggungjawab Pemerintah dalam hal ini BPOM dan Pelaku Usaha atas
Peredaran Obat-obatan Palsu yang Mengakibatkan Kerugian bagi Konsumen
Tanggung jawab tersebut dapat dimintai suatu pertanggungjawaban apabila secara
hukum terdapat unsur kesalahan atau perbuatan melanggar hukum yang dilakukan
oleh pelaku usaha. Sehingga pelaku usaha diwajibkan untuk mengganti kerugian
yang ditimbulkan akibat perbuatannya tersebut. Pasal 1365 KUHPerdata, yaitu:
Perbuatan, Melanggar, Kerugian dan Kesalahan. Didalam pasal 19 Undang-
Undang perlindungan Konsumen menyatakan Pelaku usaha bertanggung jawab
memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan/atau kerugian konsumen
akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
tanggung jawab dari Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
(BPOM RI) terhadap perdaran obat palsu dengan menggelar razia terhadap tokotoko
obat yang menjual obat-obatan palsu. Upaya hukum yang dapat dilakukan
oleh konsumen jika dirugikan akibat mengkonsumsi obat-obatan palsu yang di
produksi atau di edarkan oleh pelaku usaha. Berdasarkan Pasal 45 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ada dua
cara, yaitu: Pertama, upaya hukum melalui penyelesaian sengketa di luar
pengadilan. Upaya hukum ini dapat dilakukan dengan cara penyelesaian sengketa
secara damai dan penyelesaian sengketa melalui Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen (BPSK) yang diselesaikan dengan cara konsiliasi, mediasi, dan
arbitrase. Kedua, upaya hukum melalui penyelesaian sengketa di pengadilan.
Upaya hukum ini dapat dilakukan dengan cara, yaitu: berdasarkan perbuatan
melawan hukum dan berdasarkan ingkar janji/wanprestasi atau kelalaian dari
pelaku usaha/produsen yang menimbulkan cidera, kematian atau kerugian bagi
konsumen.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]