dc.description.abstract | Kesimpulan penelitian yang diperoleh antara lain adalah Pertama, formulasi
dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang dikuasakan kepada penyidik POLRI dalam
tindak pidana ringan kasus penyerobotan tanah menurut hemat penulis adalah tidak
sesuai, karena kurang memperhatikan formulasi syarat-syarat surat dakwaan
sebagaimana tersebut di atas, menyangkut cermat, jelas dan lengkapnya tindak
pidana yang didakwakan kepada terdakwa. Dalam hal ini seharusnya selain terdakwa
didakwa tindak pidana penyerobotan tanah dalam Pasal 2 jo. Pasal 6 ayat (1) huruf a
Perpu Nomor 51 Tahun 1960 tentang Larangan Memakai Tanah Tanpa Ijin Yang
Berhak atau Kuasanya juga didakwa secara kumulatif dengan Pasal Pasal 385 ayat
(1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dengan ancaman pidana paling
lama empat tahun. Dengan adanya dakwaan secara kumulatif tersebut, setidaknya
terhadap terdakwa dapat dijerat dengan pasal berlapis atas tindak pidana
penyerobotan tanah yang telah dilakukan karena perbuatan terdakwa tersebut sudah
sangat meresahkan dan memberikan kerugian bagi korban. Kedua, dalam kaitannya
dengan kasus yang dikaji bahwasanya penyerobotan tanah yang membawa kerugian
materiil bagi korban dapat dituntut juga ganti kerugian. Dasar hukum ganti kerugian
tersebut adalah Pasal 1365 dan Pasal 1366 KUH Perdata, karena bisa dilihat dalam
kasus penyerobotan tanah ada pihak yang dirugikan dan memerlukan ganti rugi atas
kerugian yang dialami pihak tersebut dan juga penyerobotan tanah merupakan
perbuatan melawan hukum. Dasar hukum hak ganti rugi tersebut adalah Pasal 98
ayat (1) KUHAP. Namun demikian dalam kaitannya dengan kasus yang dikaji bahwa
korban tidak mengajukan ganti kerugian tersebut walaupun secara nyata telah
menderita kerugian yang cukup lama atas penyerobotan tanah tersebut. | en_US |