dc.description.abstract | Negara Republik Indonesia susunan kehidupan rakyatnya, termasuk
perekonomiannya masih bercorak agraris. Dengan berdasarkan Memori
Penjelasan Umum UUPA yang menyebutkan tanah pertanian harus dikerjakan
atau diusahakan secara aktif oleh pemiliknya sendiri.
Dipandang dari sudut kepadatan penduduk, wilayah Indonesia dibagi
kedalam daerah yang padat dan daerah yang tidak padat. Sedangkan daerah padat
itu sendiri digolongkan kedalam tiga golongan yaitu kurang padat, cukup padat,
dan sangat padat.
Maka atas dasar itulah diadakan pembatasan – pembatasan pemilikan
tanah baik batas maksimum maupun batas minimum yang boleh dipunyai oleh
petani atau badan hukum seperti dituangkan dalam pasal 17 UUPA.
Dari pada itu mengingat akan susunan masyarakat pertanian di Indonesia
sebagai sekarang ini, kiranya sementara waktu yang akan datang perlu dibuka
kemungkinan adanya penggunaan tanah pertanian oleh orang-orang yang bukan
pemiliknya, misalnya secara sewa, bagi hasil, gadai dan lain-lain. Tetapi segala
sesuatu harus diselenggarakan menurut ketentuan undang-undang dan peraturanperaturan
lainnya, yaitu untuk mencegah hubungan hukum yang bersifat
penindasan si lemah oleh pihak yang kuat. Berdasarkan uraian tersebut muncul
beberapa permasalahan pokok sebagai berikut khususnya tentang gadai.
Bagaimanakah pengaturan Hak Gadai Tanah Pertanian setelah berlakunya
UUPA? Dan bagaimanakah penyelesaian Hak Gadai Tanah Pertanian menurut
Peraturan Perundang-undangan yang berlaku? Dengan begitu perlu diadakan
penelitian tentang gadai tanah pertanian untuk dapat terjawab beberapa
permasalahan tersebut.
Metode penulisan yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah
suatu metode yang terarah dan sistematis sebagai cara untuk menemukan,
mengembangkan dan menguji kebenaran yaitu dengan penelitian sosiologis dan
yuridis gadai tanah pertanian menurut Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960
(UUPA).
xii
xiii
Dari hasil penelitian mengenai hak gadai tanah pertanian bersumber pada
Hukum Agraria Nasional yang berlaku sejak tanggal 24 September 1960 dengan
pengundangan UU No. 5 tahun 1960 tentang peraturan-peraturan dasar pokokpokok
Agraria (UUPA) dan UU No. 56 Prp. tahun 1960, sehingga hak gadai atas
tanah yang selama ini diwarnai dengan unsur pemerasan itu harus ditinjau
kembali dan diselesaikan sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Dalam
kesatuan hak atas tanah menurut Hukum Agraria Nasional (UUPA) yang
mengenal adanya hak atas tanah yang bersifaat sementara, maka hak gadai atas
tanah pertanian termasuk hak yang bersifat sementara, yang dalam waktu-waktu
mendatang perlu dan harus ditiadakan dari masyarakat Indonesia.
Penyelesaian hak gadai tanah pertanian, berpedoman pada ketentuan
dalam pasal 7 UU No. 56 Prp. tahun 1960 yang membatasi masa gadai itu selama
7 tahun. Bilamana telah berlangsung 7 tahun maka hak gadai atas tanah pertanian
itu berakhir karena hukum dan tanahnya kembali kepada pemilik tanpa ada
penebusan. Sedangkan apabila penebusan itu dilakukan sebelum 7 tahun maka
berlakulah rumus :
(7 + 1⁄2) – waktu berlangsungnya gadai X uang gadai
7
Yang berarti pembayaran uang gadai atas tanah pertanian itu semakin kecil
menurut lamanya masa gadai. Langkah-langkah selanjutnya setelah UU No. 56
Prp. tahun 1960 masih belum jelas, sementara penyelesaian sengketanya di
pengadilan masih tidak selalu berdasarkan UU No. 56 Prp. tahun 1960, yakni
masih juga dapat diselesaikan berdasarkan hukum adat. | en_US |