dc.description.abstract | Pembatalan perkawinan telah diatur oleh Undang-undang perkawinan (UUP) dan Kompilasi Hukum Islam (KHI). Adanya peraturan mengenai pembatalan perkawinan ini selain dimaksudkan untuk penyempurnaan pengaturan ketentuan perkawinan juga untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang timbul dikemudian hari. Seperti halnya perceraian. Pembatalan perkawinan ternyata membawa konsekuensi yang tidak jauh berbeda dengan masalah perceraian, dalam kaitannya dalam perkawinan antara dua orang yang mempunyai hubungan darah, semenda, dan sesusuan sampai pada derajat tertentu adalah suatu hal yang bisa mengancam kelangsungan perkawinannya tersebut. Hal tersebut diatas juga turut mempengaruhi status dari anak yang dilahirkan, apakah memang anak dari perkawinan yang demikian harus dianggap sah dari perkawinan antara dua orang yang mempunyai hubungan darah. Bertitik tolak dari hal tersebut diatas, maka peneliti masih melihat adanya permasalahan tentang kedudukan anak akibat batalnya perkawinan orang tuanya. Anak hasil perkawinan sedarah adalah anak luar kawin yang tergolong syubhat yang dilahirkan dari suatu akad dan hanya memiliki hubungan keperdataan hanya dengan ibu dan keluarga ibunya saja. Untuk memperoleh hubungan keperdataan dengan ayahnya harus melalui lembaga pengakuan anak. Tetapi baik Undang-undang Perkawinan maupun Kompilasi Hukum Islam tidak merinci secara jelas mengenai pengakuan anak ini. Untuk itu peneliti merujuk pada KUHPerdata, tetapi lembaga pengakuan anak oleh KUHPerdata dikecualikan terhadap anak hasil perkawinan sedarah dan ditegaskan lagi oleh N-BW dengan menyatakan bahwa pengakuan tersebut jika tetap dilakukan maka berakibat batalnya pengakuan itu. Karena Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai
kedudukan anak luar kawin ini belum dibuat maka untuk melindungi kepentingan hukum si anak, Undang-undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam mengecualikan daya berlaku surut terhadap pembatalan perkawinan terhadap anak
hasil perkawinan tersebut. Jadi menurut Undang-undang, anak itu dianggap sebagai anak yang sah. Akibat hukumnya sama dengan putusnya perkawinan baik karena perceraian maupun kematian. | en_US |