KECAKAPAN SESEORANG DALAM MELAKUKAN PERBUATAN HUKUM MENURUT HUKUM ADAT SUKU TENGGER
Abstract
Dalam perundang-undangan seperti Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan juga mengatur mengenai cakap hukum seseorang. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) pun mengatur mengenai batasan usia seseorang untuk melakukan suatu perbuatan hukum. Di Hukum Islam ada hal yang mengatur mengenai batasan usia melakukan perbuatan hukum atau cakap hukum.
Kriteria cakap hukum, di tiap-tiap daerah tidak seragam dan lebih banyak dipengaruhi oleh faktor agama yang dianut oleh masyarakat adat sekitar. Di masyarakat Tengger adat istiadatnya lebih dominan dipengaruhi oleh agamanya yaitu agama Hindu. Lain halnya dengan masyarakat adat Jawa yang mayoritas masyarakatnya menganut agama Islam dan banyak dipengaruhi oleh Hukum Islam.
Hukum adat dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari suku Tengger, sehingga suasana sangat tentram tanpa adanya konflik, karena satu dengan yang lainnya saling menjaga. Masyarakat Tengger menjunjung tinggi nilai kebersamaan, gotong royong, dan naluri sosial, sosok seorang pemimpin spiritual seperti dukun adat lebih disegani dari pada pemimpin administratif. Dukun adat di Suku Tengger mempunyai peranan yang sangat penting dalam mengontrol penerapan hukum adat, baik mengenai perkawinan, kematian dan kegiatan-kegiatan lainnya. Dukun adat juga sebagai badan konsultasi baik mengenai kesulitan hidup serta memberikan informasi tentang bencana-bencana alam yang mau menimpa sukunya, seperti marahnya penunggu Gunung Bromo yang meminta tumbal. Selain itu ketua adat juga berfungsi sebagai penengah dalam mengatasi persoalan-persoalan dalam suku Tengger. Untuk mengatasi masalah dukun adat akan menyelesaikannya dengan musyawarah, sehingga keputusan dari musyawarah disepakati kedua belah pihak.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]