KAJIAN YURIDIS TENTANG KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM SISTEM PEWARISAN MENURUT HUKUM ADAT WARIS BALI DI DESA CEMAGI KECAMATAN MENGWI
Abstract
Adapun kesimpulan dari penulis skripsi ini adalah membahas mengenai kedudukan
anak angkat terhadap ahli waris lainnya dan penyelesaian sengketa apabila telah terjadi
rebutan harta antara anak angkat dan ahli waris lainnya dengan menggunakan penyelesaian
menurut hukum adat Bali. Penyelesaian sengketa waris antara anak angkat dengan saudara
laki-laki pewaris atau ahli waris lain dapat dilakukan dengan 3 cara, yakni : pertama, dengan
cara musyawarah keluarga. Apabila terjadi sengketa harta warisan maka biasanya semua
anggota keluarga pewaris almarhum berkumpul atau dikumpulkan oleh salah satu seorang
pewaris yang berwibawa yang bertempat di rumah pewaris, pertemuan dapat dipimpin oleh
anak tertua lelaki atau oleh paman (saudara ayah atau saudara ibu) menurut susunan
kekerabatan bersangkutan ataupun oleh juru bicara yang hadir. Kedua, dengan cara
musyawarah adat. apabila didalam musyawarah keluarga tidak juga berhasil diciptakan
kerukunan dan kedamaian, maka masalahnya diajukan kepada musyawarah adat (desa) yang
dihadiri oleh tetua-tetua adat atau para pemuka kerabat seketurunan. Ketiga, perkara di
pengadilan.
Saran yang dapat disampaikan dalam skripsi ini adalah kepada masyarakat hindu di
Bali agar menggunakan sistem patrilineal dalam hal pembagian waris, karena sudah turun
temurun masyarakat hindu secara adat menerapkan itu. Akan tetapi dalam pembagiannya
harus sesuai dengan harta waris yang dimiliki oleh pewaris setelah meninggal. Masyarakat
agar benar-benar memahami posisi anak angkat dalam hal pembagian waris yang di lakukan
oleh keluarga pewaris, terutama anak angkat laki-laki. Karena disini kedudukan anak angkat
laki-laki memiliki kesetaraan atau sama dengan anak kandung dari pewaris. Sepasang suami
istri yang mengangkat anak akan memperhitungkan dengan sungguh-sungguh dalam hal
mengangkat anak, mereka memutuskan untuk mengangkat anak apabila memang sudah
berpuluh-puluh tahun tidak memiliki anak. Dan Apabila telah terjadi perselisihan atau
sengketa terkait warisan tersebut, alangkah baiknya jika kedua belah pihak memilih
menyelesaikan dengan cara permusyawarahan keluarga dengan kedua belah pihak agar tetap
terciptanya perdamaian antar kedua belah pihak yang bersengketa dan tidak menjadi ricuh di
waktu yang akan datang.
Collections
- UT-Faculty of Law [6243]